- Jumat, 10 September 2021
Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Dari Langit (2)
Membumikan Nilai-Nilai Pancasila Dari Langit (2)
Oleh Taufik Effendi
Lalu, dikekinian apakah lima prinsip tersebut sudah diejawantahkan dalam perikehidupan?
Pertanyaan berikutnya, apakah prinsip-prinsip itu sudah relevan pengejawahantahannya dengan sistem nilai yang dinamis serupa disebutkan tadi?
Atau jangan-jangan sudah terbias jauh dari nilai-nilai luhur yang semestinya?
Agaknya, dalam kaitan itu pula Presiden Jokowi dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2021 mengatakan, perluasan dan pendalaman nilai-nilai Pancasila tidak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa. Diperlukan cara-cara baru yang luar biasa. Memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama revolusi industri 4.0.
Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga mengharapkan sekaligus Pancasila harus menjadi pondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkeIndonesiaan.
Dalam kaitan pendalaman Pancasila dengan cara-cara yang luar biasa sebagaimana diminta Presiden Jokowi, maka sejarah proses lahir dan penyepakatannya mesti kembali dikaji. Supaya ditemukan poin-poin falsafahnya.
Sejarah mencatat, dalam pidatonya di Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno selain menawarkan trisila sebagai alternatif pancasila, juga menyebut ekasila sebagai salah satu opsi.
Jika trisila berisi socio-nationalisme, socio-demokratie dan ketoehan, maka ekasila adalah gotoroyong.
Bung Karno menyebut bahwa gotoroyong adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Gotoroyong adalah kerja bersama untuk kebahagiaan bersama.
Meniti cara berpikir Bung Karno dalam menilik filosofi-filosofi yang hidup dalam masyarakat untuk dijadikan dasar negara--kemudian muncul pancasila, trisila dan ekasila--rupanya gotoroyong adalah inti dari keseluruhannya.
Maka, jikalau ingin mengukur keterlaksanaan Pancasila dalam perikehidupan anak bangsa, tentu praktik kegotoroyongan inilah yang mesti ditelisik.
Di samping nilai-nilai luhur lainnya yang terkandung dalam Pancasila, gotoroyong inilah ruhnya!
Jika ditelaah nilai-nilai luhur yang ada dan masih ada dalam budaya nusantara, semangat gotoroyong adalah salah satunya.
Dalam kebudayaan Minangkabau, semangat gotoroyong masih terlaksana di tingkat suku/kaum. Barek samo dipikue, ringan samo dijinjiang.
Begitu pula dalam budaya Sunda, Jawa, Aceh, Batak, Bugis dan suku-suku bangsa lain di nusantara. Semangat gotoroyong terlihat nyata manakala mereka bertemu di perantauan. Yakni dengan adanya kelompok atau paguyuban.
Hampir semua paguyuban suku bangsa ada di Jakarta. Begitu pula kota-kota lainnya.
Bahkan di kota kecil ataupun pelosok di daerah, ditemukan paguyuban suku bangsa.
Ini menandakan semangat gotoroyong belum punah. Sekaligus membuktikan pendapat Bung Karno bahwa bila Pancasila diperas menjadi ekasila, itulah gotoroyong.
Tag :#Pancasila #PembumianPancasila #Milenial #BPIP
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
KALA NOFI CANDRA MENEBUS JANJI KE TANAH SUCI
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT