HOME SOSIAL BUDAYA NASIONAL

  • Minggu, 20 September 2020

Kritik Draft Pembatasan Mapel Sejarah, Ketua AGSI: Persatuan Indonesia Diikat Oleh Sejarah

Sumardiansyah Perdana Kusuma, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia
Sumardiansyah Perdana Kusuma, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia

Jakarta (Minangsatu) - Mengkritik draf penyederhanaan kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang pembatasan mata pelajaran (mapel) sejarah, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma menegaskan bahwa persatuan Indonesia diikat oleh sejarah.

"Ada satu kesadaran bersama yang lahir untuk mendirikan suatu bangsa sebab kita tidak punya persamaan suku. Kita tidak punya persamaan budaya, kita tidak punya persamaan ras, tidak punya persamaan agama, tetapi karena adanya kesepakatan dan kesadaran bersama", tuturnya ketika diwawancarai oleh Minangsatu melalui panggilan telepon, Minggu (20/9).

"Kesadaran bersama itu, kesepakatan itu, persamaan itu diikat oleh sejarah karena kita punya masa lalu yang sama. Kita punya kegemilangan pada masa kerajaan Hindu-Buddha, kerajaan Islam. Kita punya perasaan pedih saat ditindas kolonial sampai kemudian sama-sama berjuang menegakkan republik ini ketika proklamasi dan KMB", tambah Sumardiansyah melanjutkan.

Ada tiga gagasan utama yang turut ditanggapi mengenai draf ini. Pertama, mata pelajaran sejarah yang seharusnya ada dalam kelompok wajib/dasar bergeser menjadi pilihan di kelas XI dan XII. Siswa berpotensi tidak belajar sejarah sama sekali. Sementara, mata pelajaran ini memegang peranan penting dalam membentuk ideologi, identitas, dan jati diri siswa sebagai manusia dan bangsa. Persoalan sejarah dinilai tidak sekadar persoalan guru sejarah atau mapel sejarah saja, tetapi lebih jauh menyangkut eksistensi bangsa Indonesia.

Kedua, ketika sejarah kelas X tidak berdiri sendiri melainkan bergabung dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), jangka waktu untuk pembelajaran menjadi minim sekali. Mapel sejarah harus berbagi dengan mapel IPS lain, seperti geografi, sosiologi, dan ekonomi. Padahal semestinya di Sekolah Menengah Atas (SMA) sejarah merupakan ilmu yang berdiri sendiri secara lex specialis. Mengingat pada jenjang ini, anak sudah berpikir dengan kompleks.

Ketiga, mapel sejarah yang dihilangkan di jenjang SMK akan menciptakan lulusan tanpa karakter sehingga hanya berperan sebagai robot-robot pemuas kebutuhan industri. "Padahal kalau dilihat profil pelajar pancasila, penguatan pendidikan karakter, itu pintu gerbangnya sejarah. Sejarah merupakan pondasi untuk semua ilmu pengetahuan, semua mata pelajaran."


Wartawan : Sabrina Fadilah Az-Zahra
Editor : sc.astra

Tag :#AGSI #PembatasanMapelSejarah

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com