- Senin, 23 Desember 2019
Inovasi UNP; Menghilangkan Dominasi Guru Dengan Pengelolaan Kelas Yang Humanis

Inovasi UNP; Mengatasi Dominasi Guru Dengan Pengelolaan Kelas yang Humanis
Oleh : Novelia Prima dan Asrizal
Seringnya kita memandang bahwa proses pembelajaran di kelas berarti menjadikan siswa tahu banyak hal atau menguasai suatu ilmu. Demi mencapai hal tersebut, guru mendedikasikan dirinya secara penuh dalam pembelajaran di kelas. Akibatnya, pembelajaran didominasi oleh peran guru, seolah pembelajaran hanya dapat berlangsung jika guru yang banyak bicara atau menyampaikan informasi. Tidak hanya itu, guru bahkan juga mengatur manajemen kelas.
Dalam hal ini, salah satu contohnya yaitu bagaimana suasana belajar yang harus ada dalam kelas tersebut. sebagian guru lebih sering mengarahkan siswa harus belajar dengan gaya apa, jika tidak sesuai maka siswa akan dianggap tidak penurut atau bahkan dimarahi. Hal ini sering kejadian pada siswa yang suka keluyuran saat sedang belajar. Kebanyakan guru memandang itu sebagai bentuk pelanggaran. Padahal, siswa tersebut memang hanya bisa fokus belajar jika dia bergerak, atau dalam dunia psikologi pendidikan lebih dikenal dengan istilah gaya belajar kinestetik. Hal ini akan berakibat pada matinya karakter mandiri dan percaya diri pada siswa.
Permasalahan kelas mungkin terdengar sepele, namun sebenarnya merupakan tonggak awal dari berhasilnya pembelajaran di kelas. Kelas merupakan lapangan kerjanya para siswa. Sudah seharusnya pengelolaan kelas diutamakan untuk mengembangkan siswa secara optimal, bukan malah mengekang dan hanya menjadikan mereka pribadi yang penurut. Untuk itu, pendidikan di sekolah hendaknya mulai menerapkan pengelolaan kelas yang humanis.
Pengelolaan kelas yang humanis akan membawa pada suasana pendidikan yang tidak hanya tentang transfer ilmu semata. Br. Theo Riyanto (2007) menyatakan pendidikan yang humanis menekankan bahwa yang utama dalam pendidikan adalah bagaimana menjalin komunikasi dan hubungan personal, baik antar sesama siswamaupun antara siswa dengan guru. Selain itu, Amilda (2015) juga menyatakan bahwa pengelolaan kelas yang humanis beranjak dari makna humanistik, yaitu memanusiakan manusia. Siswa didukung dan diberi kesempatan untuk memahami secara utuh dirinya sendiri dan lingkungannya. Karena itu, karakteristik dari pengelolaan kelas yang humanis adalah pembelajaran dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart), dan relasi pribadi yang efektif (personal relationship).
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru dalam menerapkan pengelolaan kelas yang humanistik. Pertama, menunjukkan sikap peduli kepada siswa. Guru perlu merasa peduli terhadap kebutuhan dan kesulitan siswa. Kedua, membuat aturan yang disosialisasikan kepada siswa. Dengan cara ini, mereka tahu aturan yang berlaku dalam proses pembelajaran. Ketiga, memberikan penghargaan kepada individu dan kelompok yang berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Keempat, menggunakan humor dalam pembelajaran. Humor dapat menimbulkan kegembiraan dan menghilangkan kejenuhan dalam pembelajaran. Kelima, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Tag :#opini novelia prima
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
MUSIK SEBAGAI MOOD BOOSTER DI TENGAH KESIBUKAN
-
DINAKHODAI ARISAL AZIZ, OPTIMISTIS MATAHARI KEMBALI BERSINAR TERANG DI SUMBAR
-
TRANSFORMASI PSIKOLOGI ANAK MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF DAN HUMANISTIK
-
MANARI DI LADANG URANG: ANTARA KEBEBASAN DAN KESADARAN SOSIAL DALAM BINGKAI KEARIFAN MINANGKABAU
-
BARA KATAJAM LADIANG,LABIAH TAJAM MULUIK MANUSIA: SEBUAH PRIBAHASA MINANGKABAU
-
MUSIK SEBAGAI MOOD BOOSTER DI TENGAH KESIBUKAN
-
DINAKHODAI ARISAL AZIZ, OPTIMISTIS MATAHARI KEMBALI BERSINAR TERANG DI SUMBAR
-
TRANSFORMASI PSIKOLOGI ANAK MELALUI PENDIDIKAN INKLUSIF DAN HUMANISTIK
-
PSIKOLOGI HUMANISTIK PADA TOKOH YASUAKI YAMAMOTO DALAM NOVEL “TOTTO-CHAN GADIS KECIL DI PINGGIR JENDELA” KARYA TETSUKO KUROYANAGI
-
MANARI DI LADANG URANG: ANTARA KEBEBASAN DAN KESADARAN SOSIAL DALAM BINGKAI KEARIFAN MINANGKABAU