HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 11 Oktober 2022

Energi Positif Untuk Kinerja Yang Inovatif

Lapas mengalami perubahan penting seiring lahirnya Keterbukaan Informasi Publik.
Lapas mengalami perubahan penting seiring lahirnya Keterbukaan Informasi Publik.

Energi Positif untuk Kinerja yang Inovatif
Oleh : Sridani
 

Informasi sejatinya adalah kebutuhan pokok setiap orang. Kebutuhan yang sifatnya mendasar, terlebih dalam hal pengembangan pribadi dan lingkungan sosial.

Apa jadinya jika keleluasaan memperoleh informasi tidak terealisasi dalam  tatanan kehidupan masyarakat yang nota bene menjunjung tinggi azas demokrasi. Tentunya masyarakat akan meraba-raba, menafsirkan sendiri apa yang dirasa, dilihat dan diyakini benar. Bermacam opini mengalir deras ke ruang publik tanpa kendali pasti. Kebenaran selanjutnya berlaku untuk semua yang  diungkapkan.

Dalam kondisi boleh dikatakan, pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik tidak lagi berjalan sebagaimana adanya. Tiba masanya bagi penyelenggara negara atau badan publik mengakhiri segalanya. Kesempatan badan publik bermain-main dengan kebijakan kiranya sudah tertutup rapat. Sudah saatnya masyarakat mendapatkan 'jamuan informasi' yang transparan, efektif, efisien, akuntabel yang dapat dipertanggungjawabkan tanpa harus diminta.

Saat masyarakat dihadapkan pada sisi lain kehidupan manusia yang dibatasi aturan, sebut saja penjara atau lingkup pemasyarakatan, bukan perkara mudah bagi keluarga narapidana bisa mengakses kegiatan yang berlangsung di lapas    dan rutan tersebut. Namun setidaknya Undang- undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah membuka jalan untuk itu.

Perlahan namun pasti, kehidupan narapidana di balik terali besi mulai terkuak ke lingkup publik. Kebohongan-kebohongan yang sebelumnya pernah terjadi dan ditutup rapi, diulas satu per satu. Pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan menjadi salah satu indikator penilaian atas kinerja dan loyalitas yang ditunjukkan badan publik. Lapas dan rutan di Sumatera Barat mulai berbenah diri dalam segala hal. Dimulai dari hal-hal sederhana, contohnya sebutan penjara diganti dengan istilah yang lebih merakyat, yakni lembaga pemasyarakatan. Begitu juga panggilan yang ditujukan bagi penghuni lapas dan rutan, yang sebelumnya narapidana berubah kata menjadi warga binaan pemasyarakatan, namun tidak merubah makna. Dengan perubahan yang sederhana itu, diharapkan dapat merubah paradigma dan stigma negatif yang terlanjur melekat dan mempengaruhi pemikiran masyarakat.
 

Sertifikasi Halal

Upaya mengembalikan citra dan mengharumkan nama lembaga negara agaknya tidak terhenti sampai di sana. Insan pemasyarakatan tetap  mencari solusi untuk inovasi yang diluncurkan, salah satunya melalui zona integritas. Bagaimana lembaga terkait ke depannya tetap bersinergi, menerapkan pelayanan yang optimal melalui keterbukaan informasi yang idealnya tetap dalam pengawasan publik. Sinergi tersebut ditunjukkan salah satu rutan di Sumatera Barat yang menginisiasi lahirnya program sertifikasi halal. 

Rutan tersebut selanjutnya menjadi percontohan bagi lapas dan rutan seluruh Indonesia. Program ini tentu saja memupus kekhawatiran masyarakat  terutama mereka yang keluarga atau saudaranya  menjalani masa pembinaan di lingkup pemasyarakatan.

Pastinya, pemberitaan negatif yang menguak duka dan nestapa kehidupan narapidana di balik tembok penjara akan  mempengaruhi pemikiran masyarakat. Tidak sedikit yang beranggapan, kehidupan narapidana di bui masih dibelenggu keprihatinan. Dalam sebuah tembang nostalgia Indonesia era 70-an didendangkan, mirisnya kehidupan narapidana yang dalam kesehariannya disuguhi nasi jagung dan tidur hanya beralaskan ubin. Sungguh hal yang memilukan dan jauh dari kata manusiawi. Seberat apa pun pelanggaran yanng diperbuat narapidana, negara tetap berkewajiban melindungi hak yang bersangkutan, memperlakukannya secara manusiawi. Namun apa dikata, di masa itu, tepatnya sebelumnya lahir Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 memang sulit mengungkap apa yang terjadi di dalam bui.

Pahit getir kehidupan yang dijalani di balik tembok penjara terpaksa dipendam di hati. Penghuni jeruji besi umumnya tak punya nyali angkat bicara karena ujung-ujungnya tak satu pun yang akan percaya pada mereka. Narapidana tentunya lebih memilih bungkam daripada mengumbar fakta yang sesungguhnya. Untuk sekian lama, pelanggaran dan penyimpangan kewenangan merajalela hingga akhirnya Undang – Undang No. 14 Tahun 2008 memberi ultimatum kepada badan selevel lapas dan rutan publik agar transparan dalam menerapkan  layanan publik.

Keterbukaan layanan tidak hanya mengarah pada kosumsi harian narapidana yang dari segi kualitas sudah jauh lebih baik dibanding masa atau periode sebelumnya. Keterbukaan informasi publik telah mengarahkan badan publik agar peka dan senantiasa meningkatkan kinerja untuk capaian yang lebih baik. Penerapan sertifikasi halal di lingkup pemasyarakatan Sumatera Barat adalah bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kualitas kesehatan penghuni pemasyarakatan yang pada dasarnya mendorong badan publik agar selalu memprioritaskan kualitas pelayanan. Di era keterbukaan informasi publik, informasi bergulir dengan pesat dan siapa pun bisa megaksesnya.
 

Pemberian Remisi

Pelayanan lainnya di lingkup pemasyarakatan dulunya sering memicu dilema adalah pemberian remisi kepada narapidana. Sebelum lahirnya UU No. 14 Tahun 2008, pemberian remisi di lapas dan rutan  terkesan ditutup-tutupi alias terselubung. Hanya mereka yang didaulat punya kepentingan yang berpeluang mendapatkan pengurangan masa hukuman remisi yang pada prinsip dasarnya adalah hak setiap narapidana. Bagi mereka yang punya peluang besar, tentunya berupaya menerobos aturan dengan cara tersendiri. Bahkan terkesan remisi bebas diperjualbelikan. Hal demikian tentu tidak berlaku bagi mereka yang rakyat jelata, tidak punya harta dan kolega. Ujung-ujungnya hanya berpasrah diri, menerima keadaan.

Namun kini, harta dan kolega tak lagi menjamin penghuni lapas dan rutan bisa berlaku semaunya. Toh dalam realitanya, sudah ada aturan yang secara terbuka mengatur pemberian remisi kepada narapidana tanpa unsur rekayasa. Hanya mereka yang telah memenuhi persyaratan yang negara tetapkan yang mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman. Keterbukaan informasi menuntun badan publik agar tidak bermain-main lagi dengan aturan. Remisi narapidana hanya teruntuk kepada warga binaan yang telah memenuhi persyaratan. Peluang oknum penegak hukum bermain di celah aturan memang   telah ditutup rapat, bahkan prosesnya pun bisa dikawal secara transparan, mulai dari proses  pengajuan hingga pengumuman remisi itu sendiri.

Informasi mengenai remisi narapidana bisa diakses masyarakat di berbagai media. Hal demikian  bertujuan meminimalisir peluang pelanggaran yang karena dorongan kepentingan tertentu dapat menyulut bara menjadi kobaran api yang jauh lebih besar.

Jam Besuk Narapidana

Jam besuk narapidana yang terbatas kadang  menyebabkan komunikasi dirasa tidak optimal. Pada bagian ini, oknum bersangkutan mencari celah atau semacam peluang untuk bisa mendapatkan hal yang diinginkan melaui cara-cara yang tidak resmi, salah satunya berujung pada pungutan liar atau pungli. Bagi mereka yang punya keinginan atau niat tertentu mendapatkan kemudahan di luar ketentuan yang berlaku, membayar atau menebus dengan hal apa saja dianggap sesuatu yang wajar,  asalkan keinginan dapat diwujudkan.

Pada bagian lain muncullah istilah pungli yang menyebabkan pelayanan kepada publik menjadi berkotak-kotak alias tebang pilih. Ini melahirkan ketimpangan yang pada akhirnya menimbulkan rasa tidak puas pihak yang merasa dirugikan. Menyikapi kondisi demikian, perlu pembenahan dan penataan layanan dengan mengacu pada keterbukaan informasi publik. Penerapan kebijakan tidak lagi terkotak-kotak. Untuk sekarang ini, badan publik seperti lapas dan rutan di Sumatera Barat boleh dikatakan sudah berupaya menerapkan pelayanan dengan konsep yang transparan. Jam besuk berlaku untuk semua narapidana, masing-masing mendapatkan kesempatan dengan porsi yang tidak pula dibedakan.

Untuk menampung aspirasi pengunjung, dari pihak lapas dan rutan pun menyediakan kotak saran serta menampung ragam pengaduan pengunjung. Pelanggaran atau ketimpangan yang ditemui dalam pelayanan bisa langsung disampaikan kepada pihak penyelenggara melalui wadah yang disediakan  tanpa adanya intimidasi kepada yang bersangkutan. Jika sebelumnya sulit bagi wartawan atau jurnalis mendapatkan informasi di lingkup pemasyarakatan, berbeda dengan kondisi sekarang ini. Informasi mengenai rutinitas narapidana di lapas dan rutan bisa diakses kapan dan dimana saja, sekali pun yang bersangkutan bukan seorang jurnalis. Peluang oknum bermain dengan aturan kian dipersempit karena akses informasi yang memudahkan publik  memantau sekaligus mengawal pelayanan yang diterapkan badan publik.

Disadari atau tidak, keterbukaan informasi publik  membawa pengaruh signifikan terhadap pembenahan kualitas pelayanan badan publik. Perubahan yang menonjol dirasakan pada lingkup pemasyarakatan yang dulunya dikenal dengan istilah yang menakutkan. Ketakutan tergambar seketika, saat seseorang membayangkan dirinya berada di dalam penjara. Penyiksaan dan kesewenang-wenangan menghantui perasaan karena penjara dulunya semata tempat menjalani masa hukuman. Pada saat seseorang sudah menyandang status sebagai narapidana, kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia luar seakan terputus sudah. Tak ada celah untuk menyampaikan keluhan, apalagi bertukar informasi  untuk hal-hal yang memang sepatutnya diketahui narapidana. Beruntung, masa kelam itu sudah berganti terang. Penjara tidak lagi dipandang sebagai tempat yang identik dengan ruang  penyiksaan fisik, sebaliknya lapas dan rutan adalah wadah pembinaan strategis bagi narapidana untuk  mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Keterbukaan informasi publik nyatanya memang memberi peluang seluas-luasnya bagi masyarakat bisa mengakses kegiatan warga binaan pada seluruh lapas dan rutan di Indonesia. Dari sini diketahui, betapa besarnya perhatian negara kepada warga negara yang meski telah melakukan pelanggaran hukum, tetap diberi kesempatan memperbaiki diri. Keterbukaan informasi menuntun negara khususnya badan publik agar menerapkan pelayanan dengan sepenuh hati, tidak sekadar mengobral janji yang pada akhinya menyebabkan banyak pihak tersakiti. Sudah waktunya badan publik yang melayani kepentingan masyarakat  membangun sinergi melalui perkembangan informasi yang sedetik pun tidak akan pernah berhenti bergulir.


Tag :#Keterbukaan informasi publik #Lapas #Rutan #Pengaruh potisif #Uu 14/2008

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com