HOME PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA BARAT
- Minggu, 26 November 2017
Dihadiri Pakar Dan Akademisi, PPUU DPD RI Sosisalisasikan RUU Hak Atas Tanah Adat
PADANG (Minangsatu) – Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPD-RI tentang Hak atas Tanah Adat (HATA) dibahas Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) bersama akademisi dan pakar hukum Universitas Andalas. Pembahasan dalam bentuk FGD menginventarisi materi RUU HATA yang berlangsung di Fakultas Hukum Unand, Padang, Jumat (24/11).
Paparan para akademisi dan praktisi hukum dalam FGD ini didengar langsung oleh tujuh anggota DPD RI, seperti Nofi Candra (Sumatera Barat) Dedi Iskandar Batu Bara (Sumatera Utara), Sybli Sahabuddin (Sulawesi Barat), Basri Salama (Maluku Utara), Aji Muhammad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Ahmad Subadri (Banten) dan Eni Sumarni (Jawa Barat). Pada kesempatan itu, tim PPUU didampingi, Gito Kusbono, M Hadi Firdaus, Andi Saiful, Iswan Cahyadi dan Cipta Lestari
Pakar hukum Prof Yuliandri mengatakan RUU HATA sebagai bentuk pengakuan atas masyarakat hukum adat dengan segala hak yang mengikutinya. Menurutnya, tantangan dan perkembangan pembangunan, membawa konsekuensi terhadap keberadaan masyarakat dengan hak atas tanahnya."Sangat perlu pengaturan yang berkaitan dengan hak atas tanah terutama dalam lingkup ulayat," kata Dekan FHUA periode 2010-2014 ini.
Narasumber lainnya, Dr Akmal menekankan, memisahkan orang atas tanahnya merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. Makanya perlu yudivikasi dengan memperhatikan kearifan lokal.
Begitu juga dengan yang disampaikan Hendri Donald Dt Rajo Bagonjong dari LKAAM Sumbar, yang lebih banyak mengulas tentang tanah ulayat di Minangkabau.
Dalam diskusi, hadir beberapa pakar hukum Unand, diantaranya, Prof Yuslim, Kurnia Warman, Ilhamdi taufik, dari Kanwil Kemenkumham Sumbar, Biro Hukum Setda Sumbar, dan praktisi hukum. Mereka menelaah RUU hak atas tanah adat ini dari berbagai aspek.
Intinya, RUU hak atas tanah adat ini harus lebih diperdalam lagi studi akademik dan draftnya. Sebab, dikhawatirkan, dari draft yang disampaikan PPUU, akan melemahkan posisi hukum adat sebagaimana yang telah kokoh diatur dalam UU Pokok Agraria. "Dalam UU PA, posisi hukum adat sangat kuat dan menjadi acuan atau rujukan. Makanya, RUU ini perlu pembahasan lebih dalam lagi," ujar pakar hukum agrarian, Kurnia Warman.
Ia menagaskan, Legislatif lemah dalam pengawasan hukum adat tanah, karena selama ini mereka hanya mengawasi undang-undang sektoral seperti pertambangan, kehutanan, sumber daya air, UU migas dan pengadaan tanah. " Seharusnya legislatif mengutamakan hukum adat untuk membuat Undang-Undang Agraria tentang Hak Atas Tanah Adat," tegasnya.
Menurutnya, dalam hukum agraria, sudah mengakui keberadaan hukum adat tersebut. Yang melemahkan adalah undang-undang sektoral yang mengatur kekayaan dalam UUPA. Kalau RUU tentang Hak Atas Tanah Adat dipaksakan bisa berisiko terhadap kepemilikan tanah adat. "Berisiko kalau target pengesahan ini dipaksakan selesai 2019. RUU ini justru mengancam keberadaan tanah adat. Padahal tujuan legislatif membuat undang-undang baik," katanya.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Nofi Chandra menerima masukan tersebut. " Namun tidak secepat ini mengesahkan, karena kami akan membentuk tim ahli, dari berbagai provinsi. Kami tidak hanya menerima masukan dari Sumbar saja, melainkan Bali dan Jawa Timur," ucap Nofi Chandra.
Dengan dilaksanakannya FGD di FH Unand, diakui pihaknya mendapatkan banyak masukan dan merasakaan masih perlunya penyempurnaan Naskah Akademik dari RUU, Diharapkan akademisi FH unand bisa Menjadi Tim Ahli dari Perumusan RUU HATA ini seperti usulan dari KH Syibli Sahabudin dari Sulbar "Semuanya akan kita bahas di DPD nanti. Terutama tentang penguatan masyarakat hukum adat yang disampaikan dalam diskusi tadi," ungkap anggota DPD RI asal Sumbar tersebut.
Turut hadir dalam FGD tersebut, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Habib Said Ismail, yang sangat mengharapkan adanya undang-undang terkait hak atas tanah adat. "Di Kalimantan Tengah sudah ada Perda tentang tanah adat dan kelembagaan adat yang diperkuat lagi dengan Pergub hak tanah adat. Namun, keduanya belum kuat, harus ada undang-undang yang menguatkannya. Kalau tidak investasi bisa menjadi invasi terhadap tanah adat," paparnya.
[ relis/ melati san ]
Editor :
Tag :#Sosialisasi Hak Atas Tanah Adat #PPUU DPD RI
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
BERKAT OPTIMALNYA PENGELOLAAN IRIGASI, KETAHANAN PANGAN SUMBAR NOMOR 5 TERBAIK SECARA NASIONAL
-
TAHUN INI DI SUMBAR TERCATAT 368 NAGARI/DESA MANDIRI DAN 10 LAINNYA TERINGGAL, MAHYELDI IMBAU SELURUH PIHAK SATUKAN TEKAD
-
PENGURUS HATHI SUMBAR DIKUKUHKAN, GUBERNUR MAHYELDI TEGASKAN PERAN AHLI HIDRAULIK SANGAT PENTING BAGI DAERAH
-
WAGUB AUDY JOINALDY TEGASKAN PENTINGNYA PERAN ALUMNI LEMHANNAS BAGI PEMBANGUNAN SUMBAR
-
GUBERNUR TERBITKAN SURAT PENGUMUMAN, MULAI 1 JULI TIDAK SEMUA KENDARAAN BARANG DIIZINKAN MELEWATI JALUR MALALAK
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
KALA NOFI CANDRA MENEBUS JANJI KE TANAH SUCI
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK