HOME LANGKAN TINGKOK

  • Rabu, 2 April 2025

Datuak Rajo Sampono Dan Harmoni Budaya Nias-Minang Di Nagari Ketaping

Datuak Rajo Sampono dan Harmoni Budaya Nias-Minang di Nagari Ketaping

Oleh: Andika Putra Wardana

Nagari Ketaping di Kabupaten Padang Pariaman menyimpan kisah harmonisasi budaya yang langka. Di tengah dominasi masyarakat Minangkabau, etnis Nias justru menemukan tempatnya sebagai bagian tak terpisahkan dari nagari ini. Kunci dari keberhasilan ini ternyata terletak pada sosok Datuak Rajo Sampono, pemimpin adat yang menjadi jembatan antara dua budaya yang berbeda.

Sejarah mencatat, kedatangan etnis Nias ke Nagari Ketaping berawal dari undangan Datuak Kasupian pada tahun 1901. Kala itu, Ketaping masih berupa hutan belantara yang perlu dibuka. "Datuak Kasupian sengaja mendatangkan orang-orang Nias dari Padang karena mereka dikenal sebagai pekerja keras," jelas Bahrun Hikmah, penerus gelar Rajo Sampono yang memimpin sejak 1994. Awalnya, mereka bekerja sebagai petani dan peternak babi, namun perlahan terintegrasi dalam tatanan masyarakat Minangkabau.

Di sinilah peran Rajo Sampono menjadi krusial. Sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam sistem pemerintahan tradisional, ia tak segan memberikan gelar Datuak kepada tokoh-tokoh Nias. "Gelar ini adalah pengakuan bahwa mereka sudah menjadi bagian dari anak nagari," tambah Bahrun. Tak hanya itu, masyarakat Nias juga diwajibkan memenuhi limbago dituang, serangkaian persyaratan adat untuk menjadi bagian dari nagari Minangkabau. Uniknya, mereka bahkan diperbolehkan menggunakan pakaian adat Minang dalam pernikahan.

Harmoni ini tak berarti tanpa tantangan. Perbedaan agama menjadi garis pemisah yang nyata - masyarakat Minangkabau yang Muslim berhadapan dengan etnis Nias yang umumnya Kristen. Konflik sempat memuncak tahun 2015 terkait peternakan babi yang dianggap mengganggu lingkungan. "Limbah pemotongan babi yang dibuang ke irigasi menjadi masalah serius," kisah seorang warga Tanjung Basung I. Namun, berkat mediasi yang melibatkan Rajo Sampono, kepolisian, dan pemerintah daerah, konflik berhasil diredam dengan kompensasi dari Dinas Pertanian.

Kisah Nagari Ketaping menjadi bukti nyata bahwa perbedaan budaya dan agama bukan penghalang untuk hidup berdampingan. "Kuncinya ada pada kelenturan sistem adat dan kepemimpinan yang bijaksana," pungkas Bahrun Hikmah. Warisan toleransi ini kini menjadi modal berharga bagi generasi muda Ketaping untuk menjaga kerukunan di masa depan.


Wartawan : Andika Putra Wardana
Editor : melatisan

Tag :#Datuak Rajo Sampono #Harmoni Budaya Nias

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com