HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Senin, 3 Juni 2024

Catatan Dalam Masa Pelarian Syekh Sidi Jamadi

opini
opini

Catatan dalam Masa Pelarian Syekh Sidi Jamadi

Pramono

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

 & MANASSA Komisariat Sumbar

 

            Mungkin inilah satu-satunya ulama Minangkabau yang pernah menjadi buronan pemerintah kolonial. Beliau adalah Syekh Sidi Jamadi, seorang ulama tarekat Syattariyah yang kurang dikenal oleh sejarawan. Makamnya terletak di Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, dan setiap bulan Safar, para penganut Tarekat Syattariyah dari berbagai penjuru Sumatera Barat datang berziarah ke makam ini.

Syekh Sidi Jamadi adalah ulama yang banyak meninggalkan karya tulis. Karyanya terdapat dalam bentuk manuskrip dan edisi cetakan yang menggunakan aksara Jawi, berbahasa Melayu-Minangkabau. Salah satu karyanya yang terkenal adalah syair "Pelarian dari kejaran Opas" yang terdiri dari 1512 bait. Syair ini selesai ditulis pada 18 Jumadil Awal 1350 H / 1931 M. Saya hanya memiliki salinan Sutan Bagindo Andalas Tarantang dari tahun 1399 H / 1978 M. Karena pentingnya karya ini, saya menerbitkan alih aksaranya melalui Perpusnas Press pada tahun 2021 agar dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas.

Secara umum, syair ini adalah catatan Syekh Sidi Jamadi selama masa pelarian. Dalam beberapa bait syairnya, terlihat jelas bahwa beliau sendiri tidak mengetahui alasan diburunya oleh Kolonial Belanda. Dalam satu bait, dijelaskan bahwa beliau difitnah oleh orang setempat, namun hingga akhir syair, penyebab pasti mengapa beliau menjadi buronan tidak pernah terungkap.

Selain menggambarkan suka duka dalam pelarian dari Kolonial Belanda, Syekh Sidi Jamadi juga memberikan informasi historis dan gambaran beberapa daerah yang dilaluinya. Misalnya, beliau menjelaskan tentang negeri Bayang di masa lalu yang dikenal sebagai pusat perdagangan padi karena jalur perairannya yang mendukung. Banyak pedagang datang dengan perahu untuk mengambil padi dan membawanya ke Padang. Selain karena kondisi alam yang mendukung, hal ini juga ditunjang oleh pemerintahan yang baik tanpa terikat kebijakan kolonial. Syekh Sidi Jamadi juga menggambarkan daerah di Bayang yang dihuni oleh dua etnis, yaitu Cina dan Melayu. Gambaran ini dijelaskan dalam syair sebagai berikut:

           

            367.

Sampailah hamba ke simpang Bayang / kiri dan kanan pandang memandang / rumahnya rapat kecil dan gadang / Cina Melayu terang menerang.

            ...........

            1266.

Negeri Bayang kampung asli / banyak di sinan keluar padi / dalam kota banyak nan rami / tetapi semasa Raja Asli.

            1267.

Di Simpang Bayang sudahlah tiba / hendak menjalang Muara Lompu / rumahnya banyak kiri kanannya / rumah Melayu dengannya Cina.

 

Syekh Sidi Jamadi tertangkap di Sungai Nyalau, Pesisir Selatan, setelah 13 bulan menjadi buronan. Pada pagi hari, ketika beliau sedang memancing, tiba-tiba sejumlah hulubalang datang menghampirinya dan mengawalnya ke rumah penghulu di daerah Kuok. Sulitnya menangkap Syekh Sidi Jamadi meskipun beliau telah menjadi buronan yang dicari-cari, disebabkan karena tidak ada selebaran yang menggambarkan wajahnya. Hal ini dijelaskan dalam syair:           

 

1350.

Angku terkirim datang dari mana / dan lagi pula jalan perkara / hamba tertangkap di Sungai Nyalau / di Pariaman nama negeri hamba.

            1351.

Di dalam buruan sudahlah lama / tiga belas bulan lebih kurangnya / angku bergelar Khatib Jamadi / lah lama orang dek mencari.

 

Syekh Sidi Jamadi adalah cermin dari keteguhan dan keberanian dalam menghadapi tekanan kolonial. Perjalanan hidupnya, yang tertuang dalam syair "Pelarian dari kejaran Opas," bukan hanya sekadar narasi pelarian seorang ulama dari kejaran musuh, tetapi juga merupakan rekaman sejarah yang kaya akan nilai-nilai moral dan kebijaksanaan. Karya-karyanya, yang ditulis dalam aksara Jawi dan berbahasa Melayu-Minangkabau, menjadi warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Minangkabau dan Indonesia pada umumnya. Melalui alih aksara dan publikasi karyanya, kita dapat terus mengenang dan mempelajari keteladanan serta perjuangan beliau.

Warisan Syekh Sidi Jamadi tidak hanya terbatas pada teks-teks yang ditinggalkannya, tetapi juga pada semangat dan dedikasi yang ia tunjukkan dalam menjalani hidupnya. Karya-karya beliau adalah bukti nyata bahwa dalam kondisi paling sulit sekalipun, tekad dan iman bisa menjadi sumber kekuatan yang luar biasa. Penghargaan dan ziarah yang terus berlangsung hingga hari ini menunjukkan bahwa pengaruh dan inspirasi Syekh Sidi Jamadi tetap hidup dalam hati dan pikiran banyak orang. Semoga generasi mendatang dapat terus mengambil hikmah dari perjalanan hidup dan karya-karyanya, menjaga semangat juang, dan memperkaya khazanah budaya bangsa.


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com