HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Senin, 27 Mei 2024

Tiga Surau Dengan Ratusan Naskah Kuno Di Sijunjung

oponi
oponi

Tiga Surau dengan Ratusan Naskah Kuno di Sijunjung

(Bagian Kedua dari Tiga Tulisan)

Pramono*

Surau Simaung, yang berjarak kurang dari tujuh kilometer dari Surau Calau, terletak di Jorong Tapian Diaro, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Surau ini didirikan oleh Syekh Malin Bayang (1863–1963), seorang ulama yang pernah belajar di Surau Calau. Syekh Malin Bayang, dikenal sebagai Ayek Surau Simaung, diangkat sebagai khalifah di Surau Calau, sebagaimana tercatat dalam naskah Riwayat Hidup Syekh Calau.

Di Surau Simaung, terdapat 88 bundel naskah (sekitar 20.914 halaman) yang berisi lebih dari 200 teks. Menurut A. Malin Bandaro Tuangku Mudo, pewaris Surau Simaung, naskah-naskah ini merupakan peninggalan Syekh Malin Bayang. Sayangnya, kondisi penyimpanan yang kurang memadai menyebabkan banyak naskah mengalami kerusakan. Dua naskah tebal bahkan tidak dapat dibaca lagi karena kertasnya hancur.

Pada 2019, upaya penyelamatan melalui digitalisasi telah dilakukan. Proyek ini merupakan bagian dari program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA), yang dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah, bekerja sama dengan Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC), University of Hamburg, Jerman, dan didukung oleh Arcadia Fund, lembaga filantropi dari London.

Keragaman Isi Naskah

Koleksi naskah di Surau Simaung juga sangat beragam. Salah satu naskah penting adalah Mîzân al-Qarb, yang terdiri dari empat bab: perhitungan tahun sejak zaman Nabi Adam hingga hari kiamat, pembagian tahun Syamsiah dan Kamariah, sistem kalender hijriah, dan penetapan puasa. Teks takwim ini sangat penting dalam konteks wacana Islam lokal Minangkabau, terutama karena perdebatan penentuan awal bulan Hijriah pernah menjadi isu di kalangan ulama Minangkabau pada awal abad ke-20.

Naskah-naskah di Surau Simaung mencatat tiga macam takwim: Khamsiyah (dimulai pada hari Kamis), Rubuiyah (dimulai pada hari Rabu), dan Ahdiyah (dimulai pada hari Minggu). Takwim Ahdiyah tampaknya tidak digunakan di Minangkabau karena validitasnya yang rendah. Hingga kini, penganut tarekat Syattariyah masih menggunakan takwim Khamsiyah dan Rubuiyah. Takwim Khamsiyah digunakan secara umum oleh penganut tarekat Syattariyah di Ulakan, Koto Tuo, dan Calau Sijunjung, sementara takwim Rubuiyah digunakan di Koto Tangah, Padang.

Perbedaan satu hari dalam penentuan awal Ramadhan antara penganut Khamsiyah dan Rubuiyah sering terjadi karena perbedaan metode perhitungan. Namun, hasil rukyah (pengamatan hilal) dapat menyamakan atau memperbedakan awal Ramadhan hingga dua hari.

Teks-teks Penting Lainnya

Selain teks takwim, Surau Simaung juga memiliki naskah yang berisi teks takwil gempa dengan uraian yang panjang dan lengkap, berbeda dengan naskah takwil gempa lainnya yang biasanya singkat. Dalam bidang tasawuf, koleksi Surau Simaung sangat lengkap, termasuk ajaran martabat tujuh karya Syamsuddin Sumatrani, karya Syekh Abdurrauf Singkel, serta naskah tasawuf dari tarekat Naqsyabandiyah yang ditulis oleh Arif Billah Ahmad Ibrahim.

Koleksi naskah di Surau Simaung juga mencakup teks pengetahuan tradisional, seperti cara menentukan kecocokan jodoh, mengobati berdasarkan nama, dan meramal jenis kelamin bayi yang dikandung. Selain itu, ditemukan pula naskah-naskah genealogi tarekat Syattariyah di Minangkabau, yang memberikan informasi penting tentang jaringan ulama lokal.

Tradisi Ziarah

Sebagai ulama terkenal di kalangan penganut tarekat Syattariyah, makam Syekh Malin Bayang yang terletak di lingkungan Surau Simaung selalu ramai dikunjungi penziarah. Setiap tahun, ribuan orang datang untuk berbagai tujuan, termasuk membayar nazar dan berziarah ke makam. Puncak ziarah terjadi pada tanggal 13 Jumadil Akhir, di mana diadakan kenduri selamat dengan menyembelih seekor kerbau untuk menjamu para penziarah.

Selain itu, masyarakat sekitar Nagari Sijunjung juga mengadakan "Ziarah Rayo Anam," di mana mereka datang ke makam Syekh Malin Bayang untuk makan bajamba (makan bersama). Tradisi ini berlangsung selama satu bulan dan menunjukkan betapa pentingnya peran Syekh Malin Bayang dan Surau Simaung dalam kehidupan spiritual masyarakat setempat.

Potensi Penelitian dan Pelestarian

Keberadaan naskah-naskah kuno di Surau Simaung merupakan harta karun yang sangat berharga, baik bagi peneliti maupun masyarakat luas. Digitalisasi dan pendokumentasian naskah-naskah ini adalah langkah awal yang penting dalam pelestarian warisan budaya. Melalui penelitian lebih lanjut, banyak hal yang bisa diungkap dari khazanah naskah ini, termasuk dinamika intelektual dan spiritual Islam di Minangkabau.

Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memancing minat lebih banyak peneliti untuk mengeksplorasi dan mengkaji naskah-naskah kuno di Sijunjung. Langkah pelestarian yang tepat juga sangat penting untuk memastikan bahwa kekayaan budaya ini tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Melalui upaya bersama, Surau Simaung bukan hanya menjadi tempat penyimpanan naskah kuno, tetapi juga menjadi pusat kajian dan pelestarian warisan budaya Minangkabau yang kaya dan beragam.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas & Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) Komisariat Sumbar


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com