HOME OPINI OPINI

  • Rabu, 1 November 2023

Cadiak Buruak Jo Cadiak Pandai

Opini Bahren
Opini Bahren

Cadiak Buruak Jo Cadiak Pandai

Oleh: Bahren*

Ada dua ungkapan yang biasa kita dengan ketika masyarakat Minang menyebutkan kata Cadiak. Pertama kita biasa mendengar dalam sambutan-sambutan penghormatan ungkapan cadiak pandai dan kedua adalah ungkapan cadiak buruak. Cadiak Pandai biasanya diarahkan ke orang-orang yang dainggap memiliki pengetahuan dan ilmu yang luas lagi bijak sana. Maka tidak jarang dalam ucapan penghormatan disampaiakan bahwa cadiak pandai itu  selalu alamatnya berbarengan dengan penghormatan kepada niniak mamak, alim ulama seterusnya cadian pandai.

Golongan Cadiak Pandai ini biasanya diarahkan kepada orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dan menduduki jabatan atau posisi tertentu dalam strata sosial masyarakat. Misalnya ia seorang guru, seorang dosen, anggota dewan, Pak Camat, Pak RT, RW atau luruh maka dalam strata sosial masyarakat Minangkabau mereka dikategorikan pada cadiak pandai. Sementara itu, untuk para pemangku adat serta ustadz dan buya dikelompokkan pada niniak mamak dan alim ulama. Kata cadiak pertama secara keseluruhan memberi makna dan kesan positif bagi orang-orang yang menerima sebutan atau ungkapan kata cadiak itu.

Menariknya, ada satu ungkapan lagi yang masih menggunakan kata cadiak ini, yang cenderung memberikan makna dan kesan negatif bagi orang yang disapa atau dipanggil dengan kata cadiak ini. Ungkapan yang memiliki nilai makna dan rasa negatif itu adalah cadiak buruak. cadiak buruak jika disepadankan dengan bahasa Indonsia barangkali lebih mendekati makna yang sama dengan licik. Kata cadiak buruk biasanya digunakan  untuk menjelaskan seseorang yang cerdik tapi hanya untuk kepentingannya sendiri, dengan kata lain orang yang memiliki sifat cadiak buruak ini cenderung tidak pedulu dengan resiko yang akan menimpa orang lain atas perbuatannya, yang penting baginya adalah dirinya saja.

Tidak jarang kita mendengar ungkapan atau tuturan “Jan Inyo lo nan manjadi ketua lai, nyo cadiak buruka tu mah” (Jangan sampai Dia yang jadi ketua, Dia itu licik). Jika ada tuturan seperti itu dalam pemilihan ketua sebuah organisasi misalnya, maka para pemilih akan berpikir dua kali untuk memiliki si calon untuk mnjadi ketua, karena pesan yang diberikan dengan adanya kata cadiak buruak itu, adalah pesan untuk berhati-hati dalam memilih, karean calon tu memiliki sifat yang licik. Akibatnya jika si calon terpilih maka dikhawatirkan organisasi akan dijalankan dengan sesuka hatinya dan tidak mempedulikan anggota yang lain.

Kita juga bisa mendengar tuturan “Maleh den maminjamkan waang pitih lai mah, ang cadiak buruak” (aku sudah malas mminjamkan mu uang, kamu licik (suka bohong). Tuturan cadiak buruak dalam tuturan di atas bisa kita maknai dengan kata lcik dalam kontek suka berbohong, jika Ia (si peminjam) uang ingin meminjam uang temannya menggunakan seribu akan dan janji agar ia dipinjami uang. Namun setelah ia mendapat kan uang yang dipinjam, dan orang yang akan menagih hutanya dibohongi dengan berbagai alasan sehingga keluarlah tuturan cadiak buruak itu sebagai ungkapan kekesalan atas laku dan perangai si penghutang tadi.

Namun demikian, tidak jarang pula, kadang-kadang seorang yang dianggap cadiak pandai juga bisa menjadi cadiak buruak. Hal ini bisa kita saksikan dalam masa-masa kampanye nantinya orang yang kita anggap sebagai cadiak pandai denganpenuh harapan bisa menjadi penyambung lidah kita untuk diparlemen kadang-kadang ia tidak menjadi amanah dan lupa dengan janji-janjinya ketika hendak dipilih waktu kampanye. Maka jatuh lah marwah seorang cadiak pandai menjadi seorang yang cadiak buruak.

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand

 


Tag :#Opini #Opini #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com