HOME OPINI OPINI

  • Rabu, 22 November 2023

Bahasa Politik

Opini Bahren
Opini Bahren

Bahasa Politik

Oleh: Bahren*

Bahasa Politik ssungguhnya sebuah isltilah yang berkaitan dengan kosa kata, frasa srta konsep-konsep khusus yang digunakan dalam politik dan dunia politik. Hal ini mencakup mencakup terminologi yang sering digunakan dalam berbagai pidato politik, dokumen kebijakan politik, dan diskusi-diskusi berkaitan dengan politik. Bahasa politik seyogyanya memberikan sebuah kerangka kerja yang memungkinkan orang untuk berkomunikasi secara efektif dalam ranah politik. Contoh bahasa politik melibatkan istilah seperti "demokrasi," "otoritarianisme," "keadilan sosial," dan sejenisnya.

Dalam ranah politik bahasa politik sering terjadi ketika seorang politisi memilih kata dan bingkai yang dijadikan pijakan saat mereka melakukan berbagai kegiatan politiknya. Politikus seharusnya memilih kata-kata dengan penuh kehati-hatian untuk merancang dan menyampaikan pesannya. Kesalahan dalam pemilihan kosa kata dan diksi seorang politisi akan memberikan kesan yang buruk terhadap diri dan kelompk yang diwakilinya (parpol) pengusungnya. Misalnya, dalam sebuah debat atau pidato, seorang politisi mungkin menggunakan frasa seperti "reformasi pajak" daripada "pemotongan pajak" untuk menonjolkan aspek positif dari kebijakan yang diusulkannya.

Retorika sebagai Identitas politisi dalam berbahasa: Seorang politisi mesti cakap dalam menggunakan kata secara rotoris sehingga hal tersebut langsung mencadi citra sebagai identitas politisi dalam berbahasanya. Penggunaan frasa seperti "para pekerja keras" atau "rakyat jelata" atau islitialh “pahlawan devisi” dan “asisten rumah tangga” untuk golongan orang-orang yang rela meninggalkan kampung halaman sebagai tenaka kerja di luar negeri. dapat digunakan untuk menggambarkan kelompok tertentu sebagai pahlawan atau korban, yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebijakan tertentu.

Bahasa politik sering kali juga membentuk semacam ttereotip dan stigma: hal ini mencakup penggunaan stereotip atau pencitraan negatif terhadap lawan politik. Misalnya, merujuk pada lawan politik yang berkuasa sebagai "elit" “incumben” atau "pengkhianat". Pilihan-pilihan diksi dari sitiap kubu yang bertentangan memungkinkan  dapat menciptakan stigma yang dapat merugikan citra mereka di mata masyarakat.

Eufemisme Bahasa: Penggunaan eufemisme adalah taktik umum dalam bahasa politik. Contohnya termasuk mengganti istilah yang mungkin memiliki konotasi negatif dengan istilah yang lebih netral atau positif. Sebagai contoh, istilah "pemotongan anggaran" akan menjadi preseden buruk bagi kelompok yang berkuasa oleh rakyat ketika mereka menggunakan kosa kata itu, untuk menghindari preseden buruk tersebut maka penggunaan eufimisme bahasa dapat digunakan dengan cara mengganati istilah “pemotongan anggaran tersebut dengan istilah yang lebih memiliki makna positif yaitu "rasionalisasi anggaran.", walaupun inti dari semua itu adalah pemotongan anggaran.

Kampanye melalui iklan langkag konkrit bahasa politik: kampanye iklan politik. Iklan tersebut sering dirancang untuk menyampaikan pesan dengan efek emosional yang kuat, menggunakan musik, gambar, dan kata-kata dengan cermat untuk mempengaruhi opini publik terhadap seorang kandidat atau isu tertentu. Melalui contoh-contoh ini, kita dapat melihat bagaimana politik bahasa dapat digunakan untuk membentuk naratif politik, mempengaruhi opini publik, dan mendukung tujuan politik tertentu.

 

*Dosen Sastra Minangkabau FIB Unand


Tag :#Opini #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com