HOME SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT

  • Senin, 10 Februari 2020

Silaturahmi MAAM Dengan Kapolda Sumbar; Irjen Pol Toni Harmanto: Penerapan Hukum Adat Adalah Bagian Dari Restoratif Justice

Silaturahmi MAAM dengan Kapolda Sumbar
Silaturahmi MAAM dengan Kapolda Sumbar

Padang (Minangsatu) - Penerapan dan penegakan hukum adat termasuk restoratif justice atau alternative dispute resolution yang bisa diterapkan dan menjadi bagian dari upaya hukum sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanfaatan hukum itu sendiri.

Demikian dikatakan Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Pol Toni Harmanto saat menerima silaturahmi para pemangku adat yang tergabung dalam Mahkamah Adat Alam Minangkabau (MAAM), di ruang kerjanya, Mapolda Sumbar, Jalan Sudirman, Padang (10/2). 

Pandangan Irjen Toni Harmanto tersebut mengemuka menanggapi sejumlah poin masukan berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) yang saat ini sudah masuk prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. 

"Justru saya selalu berupaya bagaimana hukum itu penerapannya lebih sederhana. Maka, sepanjang sesuai dengan prinsip keadilan dan bermanfaat bagi yang lain, menurut saya bisa diterapkan hukum adat. Ada pilah-pilahnya, mana yang bisa diselesaikan secara hukum adat, mana yang hukum positif," ujar Toni Harmanto.

Berkenaan dengan usulan-usulan MAAM untuk perbaikan dan penyempurnaan RUU MHA, Toni berjanji akan berupaya pula untuk meneruskan ke pihak-pihak terkait.

Sementara itu, Imam MAAM Irwansyah Angku Dt Katumangguangan menyebutkan bahwa dirinya bersyukur dengan adanya RUU MHA. Namun dia melihat ada sejumlah hal yang mesti dibahas di tingkat nasional sebelum beleid itu dibahas lebih lanjut di DPR. 

"Kedatangan kami ke sini untuk menginformasikan aspirasi kami tentang RUU MHA itu. Ada beberapa poin penting yang mesti masuk ke dalam aturan itu," ujar Angku Dt Katumangguangan di hadapan Kapolda, sembari menyerahkan dokumen yang berisi poin-poin penting untuk dibahas dalam penyempurnaan RUU MHA itu. 

Adapun pokok-pokok pikiran MAAM terhadap RUU Masyarakat Hukum Adat adalah berkenaan dengan penetapan MHA, Hukum Adat dan Peradilan Adat, dan Lembaga Adat. 

Tentang penetapan MHA, saat ini ada seribuan nagari di Sumbar yang bisa saja mengusulkan diri sebagai MHA, dasarnya adalah "Adat salingka nagari". "Padahal adat salingka nagari itu berlaku pada masa silam sewaktu baru ada satu nagari di Minangkabau, yakni Pariangan. Tapi jangan dipandang sebagai nagari Pariangan sekarang," tegas Angku Dt Katumangguangan.

Karena itu, penetapan MHA tidak bisa diserahkan prosesnya di daerah. "Tetapkan saja MHA yang ada sekarang, seperti Minangkabau, Sunda, dan seterusnya sebagai MHA, dan cantumkan dalam undang-undang itu," tegas Angku Dt Katumangguangan. 

Disebutkan, selain penetapan MHA, masalah hukum adat dan Peradilan Adat, serta Lembaga Adat juga berpotensi menjadi masalah. "Perlu ada kejelasan hukum adat dan peradilan adat dalam konstalasi hukum negara, dan mesti dicantumkan dalam undang-undang itu," pungkasnya. 

Dalam silaturahmi yang dihadiri pula oleh Kapolres Solok AKBP Ferry Suwandi, serta sejumlah pemangku adat, antara lain Yosrizal Dt Sri Maharajo Bamego Mego, TA Dt Rajo Bangkeh, IV Dt Rajo Magek, JE Paduko Basa dan M Puti Reno Ali serta sejumlah pemangku adat lainnya, Angku Dt Katumangguangan juga meminta Kapolda untuk memfasilitasi pengajuan usulan tersebut kepada pihak-pihak terkait. 

"Untuk menyempurnakan poin-poin usulan itu, kita akan adakan seminar, dengan menghadirkan akademisi, praktisi dan para pemangku adat, untuk membahas RUU MHA tersebut," imbuh Angku Dt Katumangguangan.


Wartawan : te
Editor : sc.astra

Tag :#maam #kapolda sumbar #ruumha

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com