- Jumat, 19 September 2025
Pejuang Muda: Hilirisasi Kopi Untuk Dongkrak Ekonomi

Pejuang Muda: Hilirisasi Kopi Untuk Dongkrak Ekonomi
Sejak abad ke-19, dari lembah berkabut Sumatera Barat, aroma kopi telah menjadi bagian dari denyut ekonomi dan gaya hidup. Bukan hanya bagi petani, tapi industri kedai kopi (coffee shop) telah meramaikan ruang publik dari kota hingga pinggirannya.
Menjamurnya coffee shop seolah sebagai fenomena paradoks. Konsumsi kopi lokal meningkat, tapi di sisi lain, regenerasi petani justru masih rapuh. Sensus Pertanian 2023 mencatat Sumbar memiliki 755.877 petani dengan 713.760 rumah tangga petani, namun mayoritas berusia di atas 50 tahun.
Kemudian dari data tersebut, hanya 21,67% yang menggunakan teknologi digital dalam usaha pertanian mereka. Sebagian besar petani masih menjual kopi dalam bentuk biji mentah, sehingga nilai tambah terbatas. Lapangan kerja di sektor ini terlihat sempit. Padahal pada tahun 2024, produksi kopi Sumbar mencapai 19.148 ton dari 24.135 hektare.
Muda, Bertani Cerdas, dan Peka Hilirasi
Di tengah tingginya potensi kopi dan rapuhnya regenerasi petani muda, masih ada sosok yang peka terhadap besarnya peluang hilirisasi produk dan pengembangan ekonomi melalui kopi. Ia adalah Atikah Risyad, 32 tahun.
Anak muda asal Lintau, Tanah Datar, awalnya mendirikan sebuah komunitas peduli hilirisasi pada tahun 2018. Pada akhirnya menjadi PT. Famili Agrowisata Mahakarya (FAM) pada 22 Februari 2021, dengan kantor di Padang. Ia melihat peluang geliat hilirasi yang berpengaruh kepada lapangan kerja, dan pengembangan ekonomi sebagai jalan bagi desa untuk keluar dari ketergantungan pada penjualan bahan mentah.
“Banyak potensi desa yang berhenti di bahan mentah. Kalau bisa kita olah dan punya merek dagang, tentu hasilnya jauh lebih menguntungkan,” kata Atikah.
Melalui program #PesanDariDesa, ia mempromosikan kopi unggulan desa agar menembus pasar coffee shop yang terus tumbuh di Sumbar.
Penerapan Sistem Integrasi dan Pendampingan
Atikah membangun konsep agroforest-tourism. Bersama FAM, Atikah mengintegrasikan hutan, pertanian, pariwisata, hingga riset internasional. Pada Februari 2025, Dyah, salah satu officer FAM yang sedang menempuh studi magister di Denmark, berkesempatan mendampingi kelompok risetnya untuk melakukan penelitian di Nagari Baringin, Kabupaten Agam. Hal ini sekaligus menjadi promosi desa.
“Kita mengusahakan tidak hanya menjual bahan mentah, tapi sekaligus membangun ekosistem ekonomi desa dari berbagai peluang dan kesempatan,” Kata Atikah.
Pendampingan FAM telah melahirkan produk beragam dari kopi robusta, mulai dari roasted bean, bubuk, hingga teh artisan yang kini dipasarkan beberapa coffee shop di Kota Padang. Tak berhenti di produk, jejaring FAM telah menembus pameran nasional seperti Trade Expo Indonesia 2023, bahkan kancah internasional di Turki, China dan Singapura, serta hilirisasi bersama Astra.
Hilirisasi, Dongkrak Pendapatan Petani, dan Menambah Lapangan Kerja
Salah satu dampak nyata telah dirasakan kelompok tani binaan di Agam. Yogi, ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Agroforestri Kopi Data, yang aktif membudidayakan kopi robusta, berhasil meraih Juara 1 Uji Coba Rasa Kopi Robusta 2022. Hadiah yang diterima Yogi adalah uang tunai sebesar Rp7.500.000 dan mesin roasting kopi. “Dulu kami hanya sibuk pada proses budidaya, hasilpun tak maksimal. Sekarang, Alhamdulillah sejak dapat juara, kami jadi tau arah bisnis kopi ini, dan anggota kelompok juga semakin bertambah,” Kata Yogi.
Khusus kabupaten Agam, konsep yang dibangun adalah agroforest-tourism. Di Tanah Datar, hilirisasi produk lokal seperti gula semut dan kain tenun tidak hanya menjaga warisan budaya, tapi juga membuka ruang ekonomi baru. Ini sekaligus menyerap tenaga kerja, mulai dari pengrajin, pemasaran, hingga jasa pariwisata. Sementara di Lima Puluh Kota, anyaman mansiang yang sebelumnya terbatas di pasar lokal kini di proyeksikan menembus pasar modern melalui inovasi.
Di Nagari Baringin, Agam, Sumbar, KUPS Agroforestri Data Baringin adalah contoh sukses. Berdasarkan penelitian dari tim riset FAM (https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1315/1/012017/pdf) menyebutkan, dampaknya terasa nyata di kantong petani. Sebelum KUPS berdiri, rata-rata pendapatan anggota hanya sekitar Rp1,78 juta per bulan. Setelah sistem baru berjalan, angka itu melonjak menjadi Rp2,79 juta—naik sekitar 56 persen. Dengan standar kualitas yang lebih ketat dan mekanisme bagi hasil yang adil, KUPS bukan hanya mendongkrak pendapatan, tapi juga menghadirkan harapan baru bagi masa depan kopi desa.
Sumatera Barat Inisiasi Roadmap Kopi di Tingkat Provinsi yang Pertama di Indonesia
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) di Kab. Agam (Baringin, Pagadih, Sungai Puar) dan Kab. Solok (Surian), turut hadir dalam penyusunan roadmap pada 30 Juli 2025, di Kota Padang. Instansi pemerintah provinsi turut hadir, termasuk Bappeda, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, serta Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat.
Dalam hal itu ditegaskan bahwa meskipun Sumatera Barat bukan provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia, daerah ini justru menjadi pelopor dengan meluncurkan roadmap kopi pertama di Indonesia.
“Penyusunan dokumen ini berakar dari semangat kolektif para pemangku kepentingan melalui rangkaian diskusi perkopian Sumatera Barat sejak 2023. Hasilnya, lahirlah strategi pengembangan kopi Sumatera Barat dari hulu hingga hilir untuk periode 2026–2045,” terang Dwiki Ridhwan, Sumatra Research and Program Development Lead dari World Resources Institute (WRI) Indonesia sekaligus tim penulis roadmap.
“Kebijakan perluasan lahan pun sebaiknya tidak hanya diarahkan ke skema perhutanan sosial, tetapi juga ke lahan tanpa tanaman pelindung, area reforestasi, dan kawasan pertanaman kopi baru. Kita tidak bisa mengembalikan hutan seperti semula, tetapi kita bisa mengembalikan fungsinya sebagai konservasi air dan tanah melalui kopi,” ujar Prof. Surip Mawardi, Silangit Kopi Farm.
Roadmap ini semakin istimewa karena adanya analisis spasial tentang sebaran kopi di Sumatera Barat sejak abad ke-19, yang disusun bersama peneliti dari Leiden University. Peta jalan ini menyajikan lima pilar utama yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi produksi, hilirisasi dan pasar domestik, reduksi emisi, serta adaptasi terhadap perubahan iklim.
Tag :#Artikel #Pejuang Muda
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
GARUDA MUDA, DARI SEMIFINAL BERSEJARAH KE KUALIFIKASI YANG MEMBEKAS LUKA, BUKTI INKONSISTENSI PSSI
-
HMI DAN REPUTASI GLOBAL PERGURUAN TINGGI
-
MELUNCURKAN BUKU ATAU MENUNGGANGI KARYA?
-
MENGENANG BUNG HATTA SANG PROKLAMATOR, PADA PERINGATAN 80 TAHUN INDONESIA MERDEKA
-
MENGAPA MEMILIH HENDRY CH BANGUN ?
-
PEJUANG MUDA: HILIRISASI KOPI UNTUK DONGKRAK EKONOMI
-
PELATIHAN KETERAMPILAN SOLID HAIRCUT, SULAM DAN PEMBUATAN CREATIVE DIGITAL PORTFOLIO SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN YOUNG TALENTPRENEUR PADA KELOMPOK KESETARAAN PAKET C DI NAGARI SUNGAI KAMUNYANG KABUPATEN 5
-
GARUDA MUDA, DARI SEMIFINAL BERSEJARAH KE KUALIFIKASI YANG MEMBEKAS LUKA, BUKTI INKONSISTENSI PSSI
-
HMI DAN REPUTASI GLOBAL PERGURUAN TINGGI
-
BERMULA DARI KIAS “KUSUIK SALASAI KARUAH JANIAH” HINGGA BEBERAPA BENTUK TURUNANNYA