- Minggu, 3 Agustus 2025
Orang Minang Dan Tagar Hastag #KaburAja Dulu

Orang Minang dan Tagar Hastag #KaburAja Dulu
Minggu lalu, Presiden Prabowo murka. Kepala Negara itu kelihatan tak suka dengan ungkapan yang sering muncul di media sosial belakangan ini dengan mengatakan " Indonesia Gelap", beliau yakin Indonesia tak gelap, bahkan justru masa depan bangsa ini nanti akan cerah. Bersamaan dengan kalimat pesimis Indonesia gelap, ramai pula di Media Sosial, hastag #KaburAjaDulu, Kalimat itu mengundang perhatian yang luas, karena disamping enak di dengar juga sarat penafsiran dan pemaknaan hingga mengundang beragam tanggapan.
#KaburAjaDulu. Mengundang senyum saya yang dalam ketika teringat seloroh di " Lapau "( warung) saat di kampung puluhan tahun lalu. Untuk mengungkapkan kenekatan dan keberanian, anak-anak muda Minang, biasa mengungkapkan kalimat mirip dengan itu pai sajolah dulu, beko di etong pulo apo nan ka tajadi, dima tumbauah disinan di siang, artinya pergi saja dulu, apapun yang terjadi nanti dihadapi atau diselesaikan pula.
Kurenah seperti itu lazim dikalangan pemuda-pemuda Minang. Saya pernah ketemu seorang pemuda Minang di jakarta. Katanya dia berangkat ke Jakarta sebatang kara, hanya bermodal satu Kain sarung, dua celana panjang dan dua baju, tanpa mengetahui siapa yang akan di temui. Namanya Fauzi, dia mengawali kehidupannya dengan berdagang" kopi gelas asongan "di lintasan rel kereta api jalan Pramuka. Kegigihannya mengundang perhatian seorang distributor obat-obatan yang berdagang di pasar Senen yang selalu lewat jalan itu saat pergi dan pulang ke toko obatnya di pasar Senen.
Tak lama dia bekerja disana, akhirnya dia berfikir, kalau seperti ini saja bekerja dan bisa menjadi kaya, saya juga bisa. Lalu dia mulai membuka toko obat di jalan Pramuka. Waktu berlalu, kini Fauzi sudah memiliki sebuah SPBU, ratusan kamar kontrakan dan pusat grosir alat-alat kesehatan. Fauzi adalah contoh kecil dari ratusan bahkan mungkin ribuan anak muda Minang yang mengamalkan sejak dulu kala Hastag #KaburAja dulu. Dalam tradisi Minangkabau, ada ungkapan, Karatau Madang Dihulu, Babuah Babungo Balun, Marantau Bujang Dahulu, Di kampuang Paguno Balun/Merantau dulu karena di kampung belum berguna.
Hastag #KaburAja Dulu yang kini menjadi heboh, tentu berbeda dengan Merantau atau meninggalkan kampung bagi orang Minang. Kalau sekarang #KaburAja dulu yang berkembang di kalangan anak anak muda atau generasi milenial atau gen Z, mungkin disebabkan karena terbatasnya lapangan kerja di tanah air. Saat ini angka pengangguran di Indonesia menurut IMF adalah 5 persen dan menurut data statistik (BPS) adalah 4,76 persen dari angkatan kerja, atau berarti 7,28 juta orang. Sedangkan angka kemiskinan bulan September 2024, yang di rilis januari 2025 menurut data BPS adalah 8,57 persen, dan angka itu bila di bagi antara desa dan kota, maka kemiskinan di desa jauh lebih tinggi yaitu 11,34 persen. Bila memakai data world bank, angkanya jauh lebih tinggi karena menggunakan parameter yang berbeda.
Sedangkan merantau bagi masyarakat minang motifnya jauh berbeda. Menurut Prof. TAUFIK ABDULAH, mantan Ketua LIPI yang juga " Urang Awak ", setidaknya ada 3 alasan orang Minang merantau. Pertama, Mencari rezki. Kedua, Mencari Ilmu dan ketiga, mencari pangkat. Sejak abad ke 16, orang Minang sudah ada yang merantau ke Filipina, karena Raja Sulaeman pendiri kota Manila, yang patungnya sekarang berdiri megah disana, adalah perantau asal Minang. Di Malaysia ada Raja Hitam, Raja Malewar dan Raja Bagindo yang bertahta di negeri sembilan berasal dari Pagaruyung, bahkan anak beliaulah Tuanku Abdul Rahman, yang kemudian menjadi Raja Malaysia dan wajahnya hingga sekarang menghiasi ringgit negara jiran itu.
Di Mekah, ada syekh Ahmad Khatib Al Minangkabauwi, ada Syekh Yasin Alfadani, seorang ahli tafsir se dunia dan sejumlah ulama lainnya yang banyak jumlahnya. Sebelum kemerdekaan, sejumlah The Founding Father bangsa ini, telah berangkat menuntut Ilmu di Belanda, seperti Tan Malaka, Bung Hatta, Sutan Syahrir, haji Agus Salim dan banyak yang lainnya. Belum lagi ke Propinsi lain di Nusantara ini, yang hampir ke seluruh wilayah tanah air. Hingga ada yang mengatakan, bahwa bila di bulan ada kehidupan, maka usaha pertama yang berdiri adalah restoran Padang.
Menurut cerita Mantan Presiden RI, Soesilo Bambang Yoedoyono, saat beliau mesuk ke TimTim awal Unifikasi dulu, restoran Padang sudah ada disana. Jadi, hastag# KaburAja Dulu versi orang Minang, adalah sesuatu yang biasa biasa saja, tak ada suara, tak ribut ribut, tak politik politikan, tak jadi berita, melainkan suatu yang nyaris menjadi tradisi positif. Karenanya , ketika media sosial banjir dengan narasi itu, orang Minang tak bersuara, bahkan mungkin sedikit heran, karena itu sudah menjadi " Air Mandi " mereka.
Bahkan dalam sejarah perjalanan bangsa, orang Minang pernah melakukan eksodus besar besaran, tapi motifnya bukan mencari hidup atau rezki dan juga bukan karena tak ada pekerjaan, tapi karena merasa tak enak hidup di kampung, paska PRRI dan Gerakan 30 September. Mereka mencari suasana baru kemana mana, bahkan banyak yang ke luar negeri. Saya bahkan sempat ketemu seorang Guru Besar di Melbourne yang berangkat saat masih muda ke negeri Kangguru itu setelah peristiwa PRRI dan hingga kini tinggal disana menjadi warga negara Australia.
Jadi, bila ada yang mengatakan bahwa hebohnya media sosial # KaburAja Dulu adalah sesuatu yang berbau politis untuk menggradasi pemerintah seolah negara ini tak mampu menyediakan lapangan kerja, maka sesungguhnya tak perlu ada reaksi berlebihan. Bumi Allah itu luas, rejeki berserak di belahan bumi mana saja, tak harus di dalam negeri. Bila suatu tempo negeri ini sedang susah karena terbatasnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja terus bertumbuh, maka selayaknya pemerintah memberi kesempatan rakyatnya mencari nafkan dimanapun itu, toh selama ini dan semenjak berpuluh puluh tahun lalu kita juga mengirim tenaga kerja ke banyak negara sebagai TKI atau TKW dan juga tenaga kerja terampil lainnya.
Dilihat dari sudut Minangkabau, maka istilah kabur/ merantau jelas bukan barang baru melainkan perilaku yang sudah beralangsung berpuluh tahun bahkan berabad abad lamanya. Ada atau tak ada Hastag# KaburAja Dulu, masyarakat minang akan tetap saja kabur merantau yang tak dimaknai negatif, bahkan justeru dinilai positif.
Merantau dalam tradisi Minang, biasanya tak terkait soal lapangan kerja. Ada atau tidak lapangan kerja, sejak dulu orang Minang tetap saja suka " kabur "/ merantau, baik untuk menuntut ilmu, mencari kehidupan yang lebih baik atau mencari pangkat, agar kelak bila sukses di rantau maka keluarga mereka akan dipandang orang lain bahwa Ijuak lai Basaga, lurah Lai Babatu, karena itu mereka mati matian untuk meraih sukses.
Dalam tradisi sosial dan psychologi sosial, di Minangkabau, ada istilah bahwa tiok lasuang ba ayam gadang. Hal itu menunjukkan adanya figur besar atau orang sukses dalam setiap keluarga. Hal itu juga menjadi faktor untuk mentriger semangat, utamanya untuk anak laki laki dalam setiap kaum agar berhasil meniti karirmya. Dan hal itu galib di dapat dari merantau. Dari situlah kemudian timbul rasa saling menghargai dan menghormati diantara kaum yang ada . Mereka tak hendak menjadi sekedar rumpuik saruik yang se enaknya di injak injak gajah dalam pergaulan sosial.
Mencermati trend hastag#KaburAja dulu, yang secara umum di konotasikan pemerintah sebagai suatu sindirin atas terbatasnya lapangan kerja dalam waktu belakangan ini, saya kira tak menyangkut sama sekali dengan Kabur/ merantau orang Minang. Mereka sudah lama melakukan itu, walaupun tanpa suara dan tanpa kata kata. Hal Ini perlu di maknai sebagai khazanah nusantara yang memang amat beragam, hingga tak pantas semuanya di generalisir.
Selamat menyambut Kemerdekaan ke 80 wahai bangsa Berbhineka
Jakarta, 3 Agustus 2025
Tag :#Opini #KaburAja Dulu
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
PEJUANG MUDA: HILIRISASI KOPI UNTUK DONGKRAK EKONOMI
-
GARUDA MUDA, DARI SEMIFINAL BERSEJARAH KE KUALIFIKASI YANG MEMBEKAS LUKA, BUKTI INKONSISTENSI PSSI
-
HMI DAN REPUTASI GLOBAL PERGURUAN TINGGI
-
MELUNCURKAN BUKU ATAU MENUNGGANGI KARYA?
-
MENGENANG BUNG HATTA SANG PROKLAMATOR, PADA PERINGATAN 80 TAHUN INDONESIA MERDEKA
-
PEJUANG MUDA: HILIRISASI KOPI UNTUK DONGKRAK EKONOMI
-
PELATIHAN KETERAMPILAN SOLID HAIRCUT, SULAM DAN PEMBUATAN CREATIVE DIGITAL PORTFOLIO SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN YOUNG TALENTPRENEUR PADA KELOMPOK KESETARAAN PAKET C DI NAGARI SUNGAI KAMUNYANG KABUPATEN 5
-
GARUDA MUDA, DARI SEMIFINAL BERSEJARAH KE KUALIFIKASI YANG MEMBEKAS LUKA, BUKTI INKONSISTENSI PSSI
-
HMI DAN REPUTASI GLOBAL PERGURUAN TINGGI
-
BERMULA DARI KIAS “KUSUIK SALASAI KARUAH JANIAH” HINGGA BEBERAPA BENTUK TURUNANNYA