HOME SOSIAL BUDAYA KABUPATEN SOLOK

  • Rabu, 16 Januari 2019

Desra Ediwan, Jangan Campur Adukkan Urusan Adat Dan Pemerintahan Di Nagari

Desra Ediwan dalam sebuah kesempatan di tengah-tengah masyarakat
Desra Ediwan dalam sebuah kesempatan di tengah-tengah masyarakat

Solok (Minangsatu) – Minangkabau mempunyai strata masyarakat yang khas, yakni dengan sistem kekerabatan matrilineal, di mana suku/kaum adalah sesuatu yang otonom. Sementara nagari dalam konteks matrilineal itu, didirikan atas kesepakatan lintas suku/kaum.

Itulah sebabnya, satu nagari itu minimal ada empat suku, bahkan lebih. Tidak ada nagari yang memiliki hanya satu suku saja.

Demikian dikatakan Desra Ediwan Anan Tanur Dt Kanso Batuang, kepada Minangsatu, Rabu (16/1) menyikapi kondisi terkini terkait dikotomi nagari sebagai pemerintahan dengan nagari sebagai kesatuan hukum adat. “Ini dua hal yang tidak perlu didikotomikan! Keduanya harus berjalan sesuai mekanisme masing-masing,” tegas mantan Wakil Bupati Solok selama dua periode ini.

Desra Ediwan tidak menampik upaya pemerintah dalam rangka mengakomodasi kepentingan-kepentingan adat dan budaya selama ini. “Itu memang sudah tugas dari pemerintah pula, bagaimana melestarikan dan memajukan kebudayaan, adat dan budaya. Dalam hal ini kebudayaan Minangkabau,” tuturnya.

Namun, tukuk Desra Ediwan, pemerintah harus memilah dua hal itu. “Untuk urusan kepemerintahan, dalam hal ini pemerintahan nagari, itu adalah mutlak kewenangan pemerintah, masyarakat pun harus tunduk terhadap itu. Namun, berkaitan dengan urusan adat, apalagi adat salingka nagari, pusako salingka kaum, sebaiknya pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator saja. Jangan campur adukkan dua hal ini,” tegasnya.

Terhadap hal itu, sejumlah pemangku adat merespon positif. “Memang seharusnya demikian. Jangan rancu. Harusnya ada urusan pemerintah yang menjadi kewenangan walinagari, dan ada urusan adat yang menjadi kewenangan pemangku adat,” kata Yusri Dt Ampang Limo, salah seorang pemangku adat nagari Salayo, Kabupaten Solok.

Begitu pula pendapat Daswippetra Dt Manjinjiang Alam. Dia meminta supaya dikembalikan kedudukan dan fungsi masing-masing, secara makro dan mikro. “Pemerintah menjalankan fungsi kepemerintahan landasannya peraturan perundang-undangan. Niniak mamak dan lembaga adat menjalan fungsi mengurus adat istiadat. Sako. Pusako landasan nya elok kato dek baiyo rancak rundiangan dek mufakek sakato jadi sapakek lalu,” tutur anggota DPRD Kota Solok ini, Rabu (16/1).

Sedangkan Mukhtarijal Malin Putieh, pemangku adat nagari Kampuang Batu Dalam, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, sependapat dengan yang dikatakan Desra Ediwan. Dia malah menegaskan bahwa seharusnya pemerintah tidak boleh ikut campur terhadap urusan niniek mamak dan pemangku adat di suku/kamu dan nagari masing-masing.

Demikian pula halnya dengan pendapat pengamat sosial budaya dari Unand, Emeraldy Chatra. Katanya, yang diungkapkan Desar Ediwan itu sudah menggambarkan realitas saat ini. “Artinya dalam soal kebudayaan masyarakat ndak bisa berharap pada pemerintah. Masyarakat harus mengurus diri sendiri,” tandasnya. (te)


Wartawan : te
Editor :

Tag :dikotomi nagari

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com