HOME SOSIAL BUDAYA KOTA PAYAKUMBUH

  • Selasa, 24 November 2020

Branding Payakumbuh, Wako Riza: Tak Harus Satu

Wali Kota Payakumbuh H. Riza Falepi dan trotoar pedestrian di pusat Kota Payakumbuh
Wali Kota Payakumbuh H. Riza Falepi dan trotoar pedestrian di pusat Kota Payakumbuh

Payakumbuh (Minangsatu)-Branding Payakumbuh sebagai Kota Randang yang gencar dimassalkan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh sejak beberapa tahun belakangan bukan wujud sikap inkonsistensi pemko terhadap branding kota, tapi upaya untuk makin menggaungkan randang sebagai kuliner khas Payakumbuh.

Menurut Wali Kota Payakumbuh H. Riza Falepi, sejumlah branding yang selama ini melekat, seperti Payakumbuh Kota Gelamai dan Payakumbuh Kota Batiah masih tetap dipakai. Sebutan Kota Batiah dan Kota Gelamai, yang sudah lama mengakar di Payakumbuh, secara sosial budaya tidak bisa hilang begitu saja. Karena, kedua makanan itu sudah melekat di hati warga kota di masyarakat Sumatera Barat lainnya. 

Gelamai dan batiah serta bareh randang, hanya ada di Payakumbuh. Makanya, bagaimanapun juga, branding Payakumbuh kota gelamai dan kota batiah tidak akan pernah hilang di kota ini. Meski sebutan kota randang suatu saat nanti, akan mendunia. Makin banyak, sebutan kota ini, kian banyak penduduk dunia kenal dengan Kota Payakumbuh.

"Di bagian lain, kenapa belakangan Pemko Payakumbuh terkesan jor-joran memasalkan branding Payakumbuh Kota Randang, tujuannya tidak lain mengejar sejumlah nilai tambah yang ingin diraih dengan memasalkan randang,” katanya.

Wako Riza menampik tudingan sementara pihak yang menyebut pemasifan branding Payakumbuh Kota Randang sebagai wujud tidak konsistennya para pemangku kepentingan di kota ini terhadap branding kotanya.

“Dugaan semacam itu bisa saja muncul dari pihak-pihak yang tidak mengerti dengan maksud yang hendak dicapai, hanya terkesan mencari titik-titik lemah saja,” tambah Wako Riza.

Branding Payakumbuh Kota Randang yang akan ditetapkan melalui SK (surat keputusan) Wali Kota Payakumbuh itu, menurut Riza, mengandung maksud yang sangat besar. Yaitu agar kuliner khas Minang itu semakin mendapat penerimaan yang luas, baik di pasar regional, nasional, dan internasional; yang kelak diharapkan memberi dampak yang besar pula untuk pendapatan kota dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wako Riza mengakui, randang merupakan makanan khas masyarakat adat Minangkabau, yang bisa ditemui di 19 kabupaten/kota di Sumbar. Tapi Wako Riza mengingatkan, randang Payakumbuh memiliki spesifikasi tersendiri yang hampir tidak ditemui di sejumlah kabupaten/kota lainnya di Sumbar. Ia menyebut contoh randang talua, randang jaguang, randang ubi dan sejumlah varian lainnya, yang merupakan produk khas Payakumbuh.

Fakta yang tak kalah membuat miris, menurut Wako Riza, ada negara yang mulai mengklaim randang sebagai kuliner khasnya. Padadal dari informasi yang diterima, menurut Wako Riza, randang yang diklaim negara tertentu itu bukan produk yang dihasilkan oleh masyarakatnya, melainkan masyarakat Minangkabau yang merantau ke nagara dimaksud, lalu memproduksi randang.

“Tapi yang paling utama adalah mengejar nilai ekonomi yang dikandung oleh randang.” Dikatakan Wako Riza, randang khas Payakumbuh terus mendapat pangsa pasar yang luas, termasuk ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jeddah, dan lainnya.

Imbasnya, UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) dengan produk khas randang di Payakumbuh terus mengalami perkembangan yang signifikan.  "Hal-hal seperti ini kan besar artinya untuk mengejar sumber-sumber pendapatan kota, selain juga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya. 

Dengan memasifkan branding Payakumbuh Kota Randang, dijelaskan Wako Riza, diharapkan pangsa pasar jenis kuliner yang satu itu terus mengalami perkembangan, seiring dengan nama kota yang juga ikut terangkat karenanya.

Namun disisi lain, meski akhir-akhir ini Payakumbuh lebih sering mengedepankan branding Kota Randang, Walikota juga tidak ingin mencampakkan istilah-istilah lama. 

Hal itu terlihat di pada trotoar pedestrian yang sedang dibangun di pusat Kota Payakumbuh, tertera tulisan Kota Batiah. Nah penulisan Kota Batiah ini menuai kritikan dari sejumlah pihak. Kritikan tersebut mendapatkan tanggapan langsung dari Wali Kota Payakumbuh, Riza Falepi. 

Melalui broadcast yang dikirim Riza, dia mengaku tak mau begitu saja mencampakkan istilah Kota Batiah walau Kota Payakumbuh juga telah punya branding baru sebagai Kota Randang.

"Cerita ini bermula dari adanya trotoar yang diperbaiki dengan ada tulisan kota batiah. Kemudian ada hujatan bahwa sekarang sudah kota randang, terus kenapa masih ada istilah kota batiah? Untuk menjawabnya tentu kita bisa tafsirkan dari berbagai sudut," ujar Riza, Selasa (24/11).

Wali Kota dua periode itu menyadari secara manajemen, branding tentu bagusnya yang digadang-gadangkan cukup satu brand saja agar fokus. 

"Namun kalau dilihat dari sudut sejarah, mencampakkan istilah kota batiah rasanya seperti kacang lupa dengan kulitnya. Apalagi Payakumbuh terkenal dengan makanan dan kulinernya, sayang lah dibuang," tuturnya.

Sementara dari sisi pariwisata, kata Riza, branding kota lebih dari satu adalah suatu hal yang biasa dan sah-sah saja. 

"Seperti Bukittinggi juga begitu, disebut kota tri arga, juga kota sanjai, dan kadang kota jam gadang. Apa salahnya? Demikian juga kita di Payakumbuh," ucapnya.

Riza menyampaikan, seharusnya kita semua bisa bersyukur di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak kepada anggaran sehingga dananya tidak terlalu tinggi, Payakumbuh masih bisa membangun dengan baik, termasuk trotoar Jalan Sudirman yang juga berlanjut hingga tahun depan. 

"Tujuannya agar warga kota bisa menikmati bangunan dan sarana yang berkualitas," kata Riza.

Oleh karena itu, Riza mengingatkan agar bahasa-bahasa yang tidak baik tak perlu dimunculkan apalagi mengatakan pejabat daerah tak berkompeten. 

"Jadi aneh ketika ada yang bicara seolah-olah Dinas PU ataupun ASN tidak punya kompetensi. Sementara selama ini kinerja mereka selalu diaudit oleh BPK bahkan termasuk terbaik di Sumbar. Kami menduga jangan-jangan yang menulis tidak punya kompetensi atau menulis hanya sekedar menunjukkan ketidaksukaan terhadap kinerja Pemko Payakumbuh yang relatif baik," tuturnya.

Menurut mantan Anggota DPD RI itu, tudingan pejabat ataupun ASN tak berkompeten juga tak berdasar. 

"Pegawai Pemko tak punya kompetensi adalah pernyataan jauh panggang dari api. Bayangkan seorang yang bisa menduduki jabatan tertentu di Pemko harus sekolah dulu di IPDN yang sekolahnya di bawah Kemendagri, terus juga mengikuti berbagai pelatihan sebagai persyaratan menduduki jabatan tertentu. Demikian juga yang bukan jalur IPDN mereka masuk dites dulu, dan syaratnya S-1," jelas Riza.

Terakhir, Riza mengatakan bahasa itu menunjukkan isi hati. Bahasa menunjukkan budi sekaligus budaya. Kata-kata ini kita pegang selama ini di ranah minang. Kalaulah demikian halnya tentu kita mengucapkan sesuatu dengan cara-cara yg berbudaya. 

"Pada akhirnya kita menyadari juga bahwa kita semua punya kekurangan, namun dengan prinsip perbaikan terus menerus insya Allah kita akan bisa membangun kota yg kita cintai ini" sebutnya

"Membangun jelas sangat tidak mudah tapi menghancurkannya bisa sekejap, termasuk image kota yang sudah baik. Untuk itu mari kita pelihara semua hasil yang telah kita bangun agar bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk rakyat. Kalau ada yang salah mari kita perbaiki bersama-sama, harapan kita semoga Payakumbuh semakin tacelak," tambahnya.


Wartawan : Fegi AP
Editor : sindy

Tag :#BrandingPayakumbuh #WakoRiza

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com