HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Selasa, 16 November 2021

Catatan Kebudayaan: Membaca Minangkabau Dalam Visual Rupa Estetik

Karya Yusman (Yogyakarta), Bung Hatta,  53x33x80 cm, perunggu, 2021.
Karya Yusman (Yogyakarta), Bung Hatta,  53x33x80 cm, perunggu, 2021.

Catatan Kebudayaan: Membaca Minangkabau dalam Visual Rupa Estetik

Oleh : Muharyadi
 

Puluhan karya seni rupa dari berbagai jenis, bahan dan alat serta ukuran ditampilkan dalam pameran besar seni rupa Sumatera Barat “Minangkabau Kini” yang digelar di Agam Jua Art Cuture Cafe, Jalan Inspeksi Batang Agam, Kelurahan Padang Tongah, Balai Nan Duo Kecamatan Payakumbuah, kota Payakumbuah, Sumbar, Senin 8 sd 13 November 2021 lalu.

Terdapat karya seni lukis, seni patung, kerambit dan fotografi serta seni kriya berupa seni batik seperti; batik tulis, eko print dan batik cetak dengan muatan budaya lokal.

Selain tuan rumah Sumatera Barat, terdapat beberapa nama mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta diantaranya sang maestro kaligrafi Islam, Syaiful Adnan, Yusman, Yulhendri, Ali Umar, Bazrusal Albara, Iin Risdawati, Melta Desyka dan Alif Lamra. Dari Bandung turut serta Ricon Ibdar, Suciati dan Kimat. Propinsi Riau diwakili Herisman Is dan Bengkulu diwakili Yunizah. Dua peserta kehormatan pameran ini terdiri C. Israr (1922 - 2006) salah seorang tokoh pendiri kota Payakumbuah dan alumni ASRI Yogyajarta (1955) dan Amir Syarif (82 th) pelukis senior seangkatan Amri Yahya (alm). Selebihnya ada nama Ardim, Body Dharma, Firman Ismail, Harisman, Hendra Buana, Rizal MS, Yusman, Hendra Sardi, Ade Irawan, Ismet Sajo, Hidayat Di Kincie, Israr Dinata, Yurnaldi, Zardi Syahrir, Zaref Lina dan lainnya.

Hal yang menarik dalam pameran ini, rujukan kata minangkabau kini menjadi “bahasa utama” kerja seni rupa yang dapat disidik dalam berbagai kacamata dan dimensi. Misalnya jika menyidik sejumlah seni lukis karya Herisman Is (Riau), Syaiful Adnan (Yogyakarta), Hendra Buana, Firman Ismail, Israr Dinata, Yurnaldi, Zul Mannix, Body Dharma, Zardi Syahrir, Zaref Lina, Erizal (Sumbar), dan beberapa nama lain.

Lukisan Syaiful Adnan berjudul “Syaiful Adnan, Salam Perubahan Untuk Ranah Minang", 150x150 cm,  Akrilik, 2021  dapat dipahami melalui rangkaian ayat-ayat suci Al-Qur’an yang memuat tentang segala kemahabesaran, kemahaagungan, kemahaindahan dalam bahasa semiotik sebagai simbol, tanda dan penanda ditengah-tengah masyarakatnya didasari pemahaman kuat terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dan lainnya dengan mengolah ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi tampilan baru karya seni lukis kaligrafi Islam.

Syaiful Adnan, Salam Perubahan Untuk Ranah Minang, 150x150 cm,  Akrilik, 2021

Syaiful Adnan mengetengahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai tema sentral sebagai bentuk representasi atas tauhidiah (keyakinan tentang keesaan Allah) dan zikir sebagai konsekwensi dari tauhid. Karya Syaiful juga merupakan ekspresi zikir visual, membaca dan mewujudkan terus menerus tentang ayat-ayat Allah non fisik terlihat jelas backup penguasaan isi Al-Qur’an dan makna-makna yang terkandung di dalamnya dengan apik dan menawan didasari kesadaran kulturalnya. Ia menempatkan kaligrafi sebagai pilihan guna merepresentasikan memori pribadi dan memori kolektif sebagai pilihan kerja lukis terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dan lainnya dengan mengolah ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi tampilan baru karya seni lukis.

Lukisan kaligrafi Islam lainnya karya Harisman ”Nimat-Syukur”, 110 x 130 cm, Akrilik, 2021, Hendra Buana "Bersyukur Dalam Nikmat Ilahi",  125 x 125 cm, akrilik, 2021 dan Amir Syarif "Zikir Utama" akrilik - 100 x 100 cm bermuatan ukhuwah Islamiah dengan kandungan nilai-nilai religius di dalamnya yang tak pernah berhenti mengalir dalam penjelajahan kreativitas dengan banyak idiom-idiom baru bermunculan setiap ruang dan waktu.

Sementara Ardim melalui simbolisme melalui karyanya berjudul Tiga Penari, 120 x 90 cm, akrilik, 2021 ia terus menggali berbagai eksplorasi elemen estetik, tanpa kehilangan sosok obyek, tetapi kadang juga menstimulasi kubis simbolik. Lukisan Ardim memuat beberapa sudut pandang figur tiga penari Minang dalam satu gambar yang sama menghasilkan lukisan yang terfragmentasi dan terdeformasi melalui penyederhanaan objek secara bersamaan hingga menghasilkan kejanggalan yang artistik. Walau tidak memiliki perspektif yang konsisten, beberapa objek tampak ganjil. Namun itu adalah salah satu hal yang membuatnya tampak lebih menarik dibandingkan karya klasik masa lalu.

Rizal MS, Pusaran Waktu, 130x200 cm, cat minyak, 2021

Pelukis Rizal MS melalui karyanya berjudul Rizal MS, Pusaran Waktu, 130x200 cm, cat minyak, 2021 membawa kita pada perantaraan gerakan, garis, warna, atau bentuk-bentuk yang diekspresikan secara realis verbal dapat mengubah perasaan sedemikian rupa, sehingga orang lain dapat memahami dan mengalami perasaan yang sama. Lihat ekspresi dan ketajaman garis-garis yang ditarik Rizal MS membentuk obyek realisme yang kuat dan bertutur tentang ruang dan waktu. Warna-warna biru, biru muda dan putih di obyek lingkaran ombak di beberapa bagian serta variasi warna lainnya pada sejumlah obyek sebagai simbol dibawahnya menambah daya pikat lukisan ini.

Sama dengan Rizal MS anak muda Alif Lamra melalui karyanya Alif Lamra, UNTITLED, 100 X 100 cm, akrilik, 2021. Karya Isral Dinata, 142 x 152 cm, 2021, dalam bungkusan realis simbolik menyuguhkan pemandangan menarik dari draferi kain dan Israr Dinata memvisualkan sosok yang sedang mempersoalkan masalah kemanusiaan di tengah-tengah kehidupan alam sekitar dan masyarakatnya. Kedua lukisan menunjukkan kekuatan penguasaan teknik realis dengan pencahayaan, penguasaan proporsi dan bentuk obyek, ingin mengungkapkan empati pelukis pada dinamika hidup dan kehidupan manusia di muka bumi ini.

Sejumlah karya lain bermuatan persoalan simbolik karya Ricon Ibdar, "Mahkota yang hilang" (Detached Crown), 60 x 80 cm, oil on canvas, 2021, Suciati, Kasih sayang, 100 x 100 cm, oil on canvas, 2019, Zoel Mannix, Kampung Nelayan, 105 x 55 cm akrilik, 2020 Iin Risdawati, "Baby Forest #Mother Nature Series", 80 x 120 cm, Acrilyc, 2021 Melta Desyka, Membiru, Hand embroidery on canvas, 2020 dan dua panel karya Ismet Sajo, Big Green, 50x50 cm, pencil , 2019 serta Big Red, 50x50 cm, pencil, 2019, makin menyempurnakan isi pameran besar bertajuk "Minangkanbau Kini".

Dua patung karya Pematung Nasional Yusman (57 th) berjudul "Sang Proklamator", Perunggu, Ukuran 24 x 26 x 71 cm, 2020, dan Bung Hatta,  53x33x80 cm, perunggu, 2021, dan patung karya Yulhendri, Padati, 85cm x 80cm x 35cm, Fiberglass, 2021, Ali Umar, QS Al-An'am 59, 1,5 meter, kayu jati, 2019 serta Bazrisal Albara, Bangkai Jasad yang Halal , 45 x 40x  10 cm, marmar makin menyempurnakan isi pameran bermuatan tinjauan historis dengan gagasan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Sejumlah sketsa Body Dharma berisikan peristiwa budaya kota Payakumbuh dan drawing karya Zardi Syahrir sejumlah potret tokoh-tokoh masyarakat di Minangkabau, mengisyaratkan betapa Minangkabau kaya dengan obyek budaya dan tokoh masyarakat  yang diakui di pentas naional dan dunia. Bagaimana pun Minangkabau pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan, peradaban dan juga tokoh pembaharuan di negeri ini.
 

Muharyadi, Kurator dan Penggiat Seni Rupa tinggal di Padang


Tag :#Lukisan#Pameran#Minangkabau#

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com