HOME SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT

  • Senin, 28 Januari 2019

Menyoal Wacana Pembentukan Rajo Minangkabau

Pemangku adat
Pemangku adat

Padang (Minangsatu) -- Untuk memobilisasi sumberdaya dalam rangka pemajuan kebudayaan Minangkabau, diperlukan pimpinan tinggi budaya, yang disebut Rajo Minangkabau. Tugasnya adalah mengoordinasikan para pihak, termasuk pemerintah, untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan Minangkabau.

Demikian kesimpulan pemikiran pemerhati budaya Minangkabau yang juga dosen di Universitas Andalas (Unand) Emeraldy Chatra.

Kepada Minangsatu, Senin (28/1), Emeraldy Chatra mengatakan keberadaan Rajo Minangkabau tidak sebatas simbolik sebagai penerus marwah Minangkabau. “Tetapi ini adalah pemimpin budaya. Berbeda dengan raja Pagaruyung, atau raja-raja lainnya yang kita kenal,” tutur Emeraldy Chatra.

Apakah gagasan itu beranjak dari masih minimnya peran pemerintah dalam pemajuan kebudayaan? Emeraldy Chatra menampiknya. “Bukan seperti itu. Rajo Minangkabau kita harapkan memang fokus mengurus kebudayaan Minangkabau saja. Ya, semacam ketua dari majelis adat dan budaya lah,” tukasnya.

Terhadap gagasan itu, Ketua Mahkamah Adat Alam Minangkabau (MAAM) Irwansyah Dt Katumangguangan mengatakan bahwa dia meragukan bisa terwujudnya ide itu. “Apakah mungkin kita menciptakan Rajo Minangkabau yang bukan raja dalam versi adat dan budaya,” ungkap Dt Katumangguangan balik bertanya.

Sedangkan sebelumnya, Yulizal Yunus Dt Radjo Sampono, pemangku adat dari Pesisir Selatan yang juga adalah dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, menyebutkan bahwa di Minangkabau ada perbedaan raja dalam konteks kerajaan dan raja dalam konteks adat.

Dia mencontohkan, raja dalam konteks kerajaan, seperti  Aditiawarman sebagai Raja Pagaruyuang, tidak serta merta mempunyai kedaulatan di suku/kaum. Sebab di suku/kaum ada pula pemimpinnya, yakni pangulu.

Sedangkan terkait urgensi dibentuknya Rajo Minangkabau, Prof Helmi dari Unand berpendapat bahwa yang diperlukan adalah penguatan budaya Minangkabau, diawali dengan penguatan kualitas kepemimpinan calon pemimpin masa depan. Kemudian secara paralel, yang sudah melalui penguatan kepemimpinan tersebut mulai masuk ke ranah kepemimpinan adat.

Sementara itu tokoh pers yang juga pengamat kebudayaan Minangkabau, Khairul Jasmi berpendapat pemajuan kebudayaan Minangkabau harus diawali dari suku/kaum. “Harus bangga anak kemenakan dengan suku dan kaumnya dahulu. Bangga dengan keberadaan mamaknya. Baru hidup mesin adat itu,” tutur Khairul Jasmi.

Ditegaskan Khairul Jasmi, wibawa pemangku adat tersebut akan muncul manakala anak kemenakan memang menghargai keberadaannya. “Minangkabau ko lah guyah pasak-pasak adatnyo. Tapi panokok bapacik-pacik se. Kalau nio dadar, talue dipacah. Nio subang, tindiak talingo,” tegas Khairul Jasmi.

Sedangkan Irwansyah Dt Katumangguangan menegaskan, “Kalau hanya raja dalam organisasi budaya, itu sudah banyak, ada LKAAM yang sudah menguasai dan merajai. Kalau tidak salah juga berpartisipasi lahirnya Karapatan Niniek Mamak Minangkabau, lalu raja yang mana lagi yang mau diciptakan?” tutur Dt Katumangguangan. (te)


Wartawan : te
Editor :

Tag :Wacana Rajo Minangkabau

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com