HOME SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT
- Kamis, 17 Januari 2019
Jalan Keluar Dikotomi Eksistensi Nagari, Ini Kata Mereka

Padang (Minangsatu) – Memang dilematis tatkala eksistensi nagari terganggu oleh dikotomi antara peran sebagai unit terkecil pemerintahan dengan kesatuan masyarakat adat. Sebab dua hal itu, semestinya tidak bisa dikelola oleh orang atau sekelompok orang yang sama. Begitu pula soal penganggarannya.
Sebagaimana pendapat Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand) Hasanuddin yang meluruskan persepsi tentang dua status yang dipikul nagari sekaligus. “Sebagai pemerintahan, nagari identik dengan desa, ini adalah unit pemerintahan terendah, dan ada mekanisme hirarki pemerintahan yang baku yang harus dilaksanakan oleh walinagari dan perangkatnya,” ujar Hasanuddin kepada Minangsatu, Kamis (17/1).
Tetapi, dalam saat bersamaan, nagari pun mengemban peran sebagai kesatuan hukum adat. “Sebagai kesatuan masyarakat adat, ada pula aturan yang turun temurun dilaksanakan. Warih nan bajawek, pusako nan ditarimo. Dan ada pula pemimpin-pemimpinnya, yang disebut pemangku adat, yakni urang ampek jinih dan urang jinih nan ampek,” kata Hasanuddin.
Dijelaskan, konsep “nagari” saat ini menjadi dua domain, yakni sebagai “unit terkecil pemerintahan NKRI, setingkat dengan desa” dan sebagai “satuan masyarakat adat”. Dalam posisi yang dualistik itu, seyogianya diberlakukan kebijakan yang terintegrasi. “Maksudnya, di satu sisi nagari wajib menjalankan fungsi sebagai unit terkecil pemerintahan negara, sementara di sisi lain secara bersamaan negara juga wajib menjalankan fungsi perlindungan dan pengembangan terhadap potensi budaya lokal nagari itu,” tuturnya.
Sedangkan Yulizal Yunus Dt Radjo Bagindo, pemangku adat dari Pesisir Selatan yang juga adalah dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol mengatakan perlu penyamaan persepsi tentang keberadaan nagari. “Desa adat atau nagari pemerintan adat dalam maksud UU nomor 6 tahun 2014, bukan campur aduk adat dan ururan pemerintah. Tetapi adalah mengintegrasikan dua kewenangan, pertama kewenangan urusan pemerintahan dan yang kedua kewenangan urusan adat,” kata Yulizal Yunus.
Namun, lanjutnya, nagari kita sekarang adalah desa, yang hanya satu kewenangan saja. Sedangkan adat tidak menjadi kewenangan, tapi sebatas kompetensi walinagari saja. “Jadi UU nomor 6/2014, mengamanatkan peluang urusan pemerintah dan urusan adat sekaligus diemban desa adat persis seperti nagari minang dulu, adat dan pemerintah setangkup dan terintegrasi tidak dikotomi,” tuturnya.
Terkait dengan urusan adat, menurut Reflidon Dt Kayo, pemangku adat Bukik Sileh, Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok, adalah otonominya pemangku adat. “Sebenarnya kaum adat sangat otonomi dalam hal mengurus anak kemenakan dalam suku/kaum masing-masing, sesuai dengan dengan tugas pokoknya sebagai ninik mamak yang telah diatur, baik menurut Adat Nan Sebatang Panjang maupun menurut Adat Salingka Nagari,” katanya Reflidon Dt Kayo.
Persoalannya sekarang, bagaimana melaksanakan dua fungsi itu sekaligus? Sementara proses rekrutmen pemimpinnya juga sangat bebreda. Walinagari dipilih oleh masyarakat, sedangkan pemangku adat punya sistem kepemimpinan, yakni urang ampek jinih dan urang jinih nan ampek, yang khas pula.
“Ini tidak mungkin dibebankan kepada walinagari dan perangkatnya, karena tugas kepemerintahan walinagari dan jajarannya itu sudah diatur oleh regulasi, dan itu cukup berat,” ujar Hasanuddin, yang juga diamini Reflidon.
Menurut Desra Ediwan AT Dt Kanso Batuang, mantan Wakil Bupati Solok, pemilahan kewenangan seperti yang sudah dilakukan selama ini patut diteruskan. Tetapi perlu beberapa perbaikan, “Perlu diatur dan dibuatkan regulasinya mengenai hubungan walinagari dengan KAN. Keduanya harus jelas tata hubungan dan kewenangan, tidak boleh tumpang tindih. Anggota KAN yang merupakan pemangku adat itu, bukanlah perangkat nagari dan posisinya tidak di bawah walinagari,” tegas Desra Ediwan.
Desra Ediwan mengusulkan agar regulasi itu yang harus segera dibuat oleh pemerintah. “Bisa dalam bentuk Perda propinsi, dan ditindaklanjuti oleh Perda kabupaten/kota,” tukasnya.
Desra Ediwan juga mengingatkan tentang pembiayaan. Jika nagari sebagai pemerintahan terendah sudah ada kepastian anggarannya melalui Dana Desa, mestinya pemangku adat yang tergabung dalam KAN juga harus ada kepastian anggarannya. Bisa dari APBD propinsi dan kabupaten/kota, bisa juga dialokasikan sebagian dari Dana Desa,” tutur Desra Ediwan kepada Minangsatu, Kamis (17/1).
Reflidon Dt Kayo setuju, “Sebaiknya hubungan walinagari dengan KAN terpisah dan terlembaga dalam hal mengatur.Wali nagari terkait dengan pemerintahan umum, sedangkan persoalan adat budaya utuh dieksekusi oleh KAN,” tukasnya.
Sedangkan berkenaan dengan anggaran, Reflidon setuju agar dialokasikan secara terpisah antara anggaran untuk nagari sebagai pemerintahan dengan anggaran nagari sebagai kesatuan masyarakat adat. “Tetapi, paling tidak, tentu pemerintah nagari yang harus menjabarkan dalam APB Nagari,” ujar Camat IX Koto Sungai Lasi, Kabupaten Solok ini kepada Minangsatu, Kamis (17/1). (te)
Editor :
Tag :dikotomi nagari
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
BANGGA PAKAI SEMEN PADANG, TUKANG BANGUNAN KUNJUNGI PABRIK DALAM TEMU TUKANG INSPIRATIF
-
PT SEMEN PADANG DAN TNI AL PULIHKAN IRIGASI, HIDUPKAN 35 HEKTARE LAHAN PERTANIAN DI SOLOK SELATAN
-
RESPONS CEPAT PT SEMEN PADANG: BANTU KORBAN KEBAKARAN ASRAMA SPN PADANG BESI
-
WAGUB VASKO: ORGANISASI RANTAU HARUS SPONSORI KAMPUNG, BUKAN SEBALIKNYA
-
KEPENGURUSAN IKASPENSA PERIODE 2025 - 2030 RESMI DIKUKUHKAN, EDWIN LATIF BAKAL BAWA SMPN 1 PADANG MENASIONAL
-
SUMATERA BARAT RAIH PENGHARGAAN DI FESTIVAL HOMESTAY NUSANTARA 2025, GUBERNUR MAHYELDI DIGANJAR IHSA AWARD
-
FARIANDA, PEMIMPIN MUDA PERS SUMUT YANG TEGASKAN ETIKA: CIPTAKAN SUASANA NYAMAN BAGI POLDA SUMUT
-
OPTIMALISASI PEMELIHARAAN ALAT KESEHATAN UNTUK TINGKATKAN KUALITAS LAYANAN RUMAH SAKIT
-
MERAJUT SILATURAHMI DAN GAYA HIDUP SEHAT: TURNAMEN BANK NAGARI HUT KE-63 MENGINSPIRASI SEMANGAT KERJA
-
NGALAU BUNIAN DI LINTAU BUO UTARA: MISTERI GUA YANG MENGUNDANG MITOS,DUNIA GHAIB DAN KEPERCAYAAN TERHADAP MAKHLUK HALUS ATAU ROH