HOME AGAMA KABUPATEN DHARMASRAYA

  • Selasa, 18 Juni 2024

Jadi Khatib Shalat Idul Adha, H. Humaidi, SP, M. Si Urai Empat Pelajaran Dari Kisah Nabi Ibrahim

H. Humaidi, S. P., M. Si
H. Humaidi, S. P., M. Si

Dharmasraya (Minangsatu) -  H. Humaidi, SP, M. Si, didaulat jadi Khatib Shalat Idul Adha 1445 H /2034 M, di Pondok Pesantren Nurul Huda, berada di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Senin (17/6/24). 

Kutbah terbilang singakat dan padat itu, membuat ratusan jamaah kusuk mendengarkan. Pasalnya, ia membeberkan empat pelajaran harus diambil dari hikmah Idul Adha, maupun dari kisah perjalanan hidup Nabi Ibrahim, AS , bersama keluarga. 

Pertama sekali tentang berbaik sangka kepada Alloh SWT. Sesuai dengan beberapa penggalan cerita Nabi Ibrahim As, dituliskan dalam kitab Anbiyaa Alloh (Nabi Alloh) menjelaskan bahwasanya perjalanan sosok Nabi Alloh tersebut, bersama anaknya nabi Ismail ketika masih bayi, berjalan menempuh hutan dan rerumputan, hingga sampai ke sebuah padang yang tandus. 

Sesampai disebuah lembah tidak ditumbuhi pepohonan. Tanpa ada makanan, buah-buahan bahkan air untuk diminumpun tidak tersedia. Bermodalkan sekantung makanan, dan sedikit air, Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya Ismail.

Ketika perbekalan  telah habis, seorang suami tidak berada disi. Disinilah sosok Siti Hajar menampakan ketabahan, sehingga berlarian dari Safa dan Marwa, untuk mendapatkan air. Walaupun pada akhirnya, air menyembur dari bumi dekat anaknya sendiri. Pelajaran dapat dipetik dari kisah ini, adalah kesungguhan Siti Hajar berusaha. Dengan mengeluarkan segala kemampuan dimiliki, demi menggais rezeki. Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kita, bukan sebatas melihat hasil, namun dituntut dalam berusaha. 

Kisah lain juga menjelaskan, seorang sahabat nabi, ketika berusaha dengan ikhlas untuk menafkahi anak dan istrinya. Hingga suatu saat tangannya melepuh dan gosong akibat mencangkul setiap hari. Tanpa sungkan Rasullulah mencium tangan sahabat trrsebut, sembari berkata . Inilah tangan yang tidak akan pernah tersentuh oleh api neraka. Dari kisah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa Rasullulah sangat mencintai mereka yang berusaha. 

Pelajaran selanjutnya, ketika Nabi Ismail AS, sudah mulai beranjak besar. Kasih sayang seorang ayah dan ibu juga sangat tertambat kepada buah hati. Apalagi, kehadiran putra tercinta dikala usia sudah senja. Datang perintah dari sang maha pencipta untuk menyembelih anaknya. Tanpa ada keraguan, Nabi Ibrahim beserta anak dan istrinya langsung menerima, dan menjalankan nya.

Dari kisah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa, pengorbanan atau kurban (mendekatkan diri) , Nabi Ismail AS, dan Nabi Ibrahim, AS, beserta Siti Hajar, bukan saja sekedar penyembelihan hewan kurban dan memberikan daging kepada fakir miskin. Namun memiliki filosofis dan aspek sangat luas, dalam sebuah keikhlasan untuk mencari rhido Alloh SWT. 

Terakhir pendidikan yang harus dipahami yakni, sosok nabi Ismail tidak akan menjadi anak penyabar tanpa ada didikan baik dari sosok seorang ibu. Begitu juga dengan sosok Siti Hajar,  tidak akan menjadi seorang istri penyabar, tanpa didikan baik dari seorang suami. Begitu juga dengan seorang Nabi Ibrahim AS tidak akan menjadi sosok orang yang sabar, tanpa ada keyakinan atas wahyu diturunkan Alloh SWT. 

Mempedomani kisah tersebut, peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak. Pendidikan itu, berawal dari kehidupan dalam rumah tangga. Apabila kita mengabaikan sebuah pendidikan, artinya telah menghianati amanah disampaikan Alloh SWT. 

Begitu juga dengan seorang pemimpin, dalam berjuang tidak hanya sebatas mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok. Tetapi juga akan dipertanggung mempertanggungjawabkan baik didunia, maupun di akhirat kelak.


Wartawan : Syaiful Hanif
Editor : melatisan

Tag :#Khatib Salat Idul Adha

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com