HOME OPINI OPINI

  • Jumat, 27 Oktober 2023

Ulama Terkemuka Minangkabau

Penulis: Sitiina Hidayah
Penulis: Sitiina Hidayah

Ulama Terkemuka Minangkabau

Penulis: Sitiina Hidayah

Minangkabau merupakan sebuah suku bangsa yang menempati sebelah barat pulau Sumatra. Minangkabau merupakan salah satu masyarakat yang menganut sistem kekerabatan matrilineal terbesar di dunia. Masyarakat Minangkabau sendiri pada awalnya memeluk agama hindu-budha akibat pengaruh pemerintahan Adityawarman. Lalu bagaimana proses masuknya Islam ke Minangkabau? Diceritakan pada tambo Minangkabau bahwa Islam pertama kali datang melalui pantai barat pulau Sumatra yaitu didaerah tiku, pariaman.

Agama Islam bagi masyarakat Minangkabau bukan hanya sekedar agama baru yang masuk melalui pedagang arab, namun merupakan suatu identitas yang melekat bagi pribadi masyarakat Minangkabau. Selain menganggap islam adalah identitas, masyarakat Minangkabau juga menjunjung tinggi adat dan budaya Minangkabau dan telah menjadikannya sebagai identitas mutlak jauh sebelum Islam masuk sebagai ke masyarakat Minangkabau.

Di Minangkabau, ahli-ahli agama Islam biasanya dipanggil dengan sebutan syekh, tuanku, buya, atau ustadz. Islam. Islam mulai berkembang di Minangkabau sejak abad ke-13, dan telah melahirkan tokoh-tokoh terkemuka yang terlibat dalam penyebaran islam di Nusantara.

Di Pariaman terdapat seorang ulama terkemuka pertama di Minangkabau yaitu syekh Burhanuddin Ulakan, Pariaman yang merupakan murid dari ulama besar dari Aceh, Syekh Abdurrauf Singkil. Syekh tersebut mempunyai sebuah surau yang terdapat di ulakan dan sampai sekarang masih digunakan untuk beribadah oleh masyarakat setempat maupun dari berbagai daerah di sumatera,  masyarakat yang  datang dari berbagai nagari tersebut datang untuk melaksanakan sumbayang 40 dan ibadah lainnya.

Tidak hanya Pariaman yang menjadi pusat perkembangan Islam di Minangkabau, akan tetapi ada juga Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang masyhur namanya di Indonesia bahkan hingga penjuru dunia. Ialah sang imam masjidil haram yang bermazhab Syafi’i. Tidak hanya menjadi imam Masjidil Haram, beliau juga menjadi guru bagi ulama-ulama lainnya, seperti K.H Ahmad Dahlan, K.H Hasyim Asyari, Syekh Sulaiman Arrasuli, Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Buya Hamka, syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Muhammad Jaho dan banyak ulama lainnya yang berguru kepada syekh khatib al-Minangkabawi.

Syekh khatib Al-Minangkabawi lahir di nagari Koto Tuo, kecamatan Ampek Angkek, kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat pada tanggal 6 dzulhijjah 1276 H (1852 M) dan meninggal di Mekkah pada tanggal 8 Jumadil awal 1334 H (1916 M). Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi juga merupakan tonggak berkembangnya mazhab Syafi’I di Indonesia. Beliau tidak hanya seorang ulama yang menjadi Imam di masjidil haram, akan tetapi juga ulama yang banyak menguasai cabang ilmu seperti ilmu fiqh, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu ukur (geometri), dan ilmu hitung.

Dengan adanya syekh Khatib Al-Minangkabawi yang mejadi imam masjidil haram sebagai salah satu ulama dari Sumatra barat, turut menjadikan nama Indonesia dikenal oleh masyarakat mancanegara.

Selain syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ada juga syekh Sulaiman Arrasuli yang berasal dari sebuah nagari di kaki gunung marapi tepatnya di nagari Canduang Koto Laweh. Nagari nan indah lagi sejuk dengan pemandangan langsung gunung merapi tersebut melahirkan ulama yang kelak sangat dikenal di kalangan umat islam nusantara. 

Beliau lahir di Canduang pada tanggal 10 desember 1871 M dan meninggal pada 1 agustus 1970 M. Semasa hidupnya, syekh Sulaima tidak hanya dikenal sebagai seorang ulama dari kalangan tua yang bijaksana, akan tetapi juga sebagai orang adat. Dengan kebijaksanaan dan luasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh syekh Sulaiman Arrasuli ia diangkat oleh masyarakat untuk menjadi qadhi di nagari canduang.

Syekh Sulaima juga dikenal dikalangan msyarakat Minangkabau sebagai seseorang yang menyebarluaskan keterpaduan adat dan agama melalui pepatah ‘adaik basandi syara’, syara’ basandi kitabullah’.

Tidak hanya itu, Syekh sulaiman juga merupakan pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang dulunya merupakan sebuah partai politik di Indonesia. Beliau juga mendirikan sebuah sekolah yang mulanya bersistem halaqah di surau baru menjadi  sistem sekolah moderen dengan menggunakan bangku dan kelas. Sekolah tersebut diberi nama dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, yang kelak diikuti oleh ulama Minangkabau lainnya seperti syekh Muhammad Jaho yang mendirikan MTI Jaho, dan masih banyak Tarbiyah lainnya yang sampai sekarang masih eksis menjadi salah satu tempat pembelajaran kitab kuning di Sumatera Barat.

Bergeser sedikit ke sebuah nagari di tepi danau maninjau yang melahirkan seorang ulama yang namanya akan selalu terkenang oleh masyarakat Indonesia, baik itu melalui jejak hidupnya maupun melalui keindahan karya tulisnya. Beliau merupakan Prof. Dr. H Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa kita kenal dengan nama akrab Buya Hamka.

Buya Hamka lahir di sungai batang pada tanggal 17 februari 1908 M, dan meninggal di Jakarta pada 24 juli 1981. Selain sebagai seorang ulama, Hamka juga dikenal sebagai seorang filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai penulis, wartawan pengajar, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), aktif di Muhammadiyah, dan juga sempat berkecimpung dalam dunia politik melalui Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan.

Karya-karya Hamka yang masih banyak dibaca hingga sekarang dan masih dijual dipasaran adalah buku Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dan Merantau ke Deli. Buku ini mulannya berasal dari cerita bersambung yang diterbitkan oleh majalah Pedoman Masyarakat. Tidak hanya itu, buku Hamka tersebut juga telah diangkat menjadi sebuah film yang fenomenal di dunia perfilman Indonesia.

(Penulis: Mahasiswa Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas)

 


Tag :#Ulama #Terkemuka #Minangkabau

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com