HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Kamis, 19 Oktober 2023

Sanggar Bijo Di Pandang Sinis Hingga Diapresiasi

Lindawati
Lindawati

Sanggar Bijo di Pandang Sinis Hingga Diapresiasi

Oleh Lindawati, M.Mum.

Sekarang ini remaja mulai berjarak dengan budaya dan tradisinya, termasuk dalam hal pemahaman  dan kecintaannya terhadap seni tradisi. Undang-Undang no 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan menggariskan hal yang berkaitan dengan bagaimana pemerintah bersama masyrakat mengurus kebudayaan. Dalam fasal 4 undang-undang itu dinyatakan bahwa memajukan kebudayaan Indonesia yang beragam itu dilakukan guna mencerdaskan, membahagiakan, dan mensejakterakan rakyat Indonesia. 

Ada beberapa agenda strategi pemajuan kebudayaan yang dinyatakan dalam UU no 5 tahun 2017.  Agenda itu terkait dengan visi dan misi pemerintah dalam memajukan kebudayaan. Diantara strategi pemajuan kebudayaan itu adalah menyediakan ruang bagi ekspresi budaya dan meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan. Universitas Andalas sebagai lembaga pendidikan pemerintah telah pula ambil bagian dalam upaya pemajuan kebudayaan.

Penyediaan ruang  atau tempat untuk belajar budaya urgen untuk dirintis dan dikembangkan ke depan, dan sejak kini. Kelompok seni tradisis Bijo yang beralamat di perumahan Jabal Rahman Sungai Sapiah secara mandiri telah melakukan tindakan penyelamatan. Salah satu upayanya adalah  dengan mencanangkan secara aktif kembali belajar budaya melalui seni tradisi seperti Badendang, Bapantun, Manari, Mandongeng, Basilek dan memainkan alat musik talempong.

 

Apa yang sudah dilakukan oleh Ruang Baraja Seni Tradisi “Bijo” perlu dibantu. Ruang Baraja Seni Tradisi “Bijo” masih lemah dalam hal manajemen, sarana dan prasarana serta pelatih yang ahli dan trampil. Berkaitan dengan bahan ajar dan sarana pembelajaran sangatlah minim. Untuk mengatasi hal manajerial pada tahun 2021 dan 2022 telah didatangkan ahli untuk berdiskusi tentang manajemen organisasi dan manajemen seni pertunjukan ke Ruang Baraja Seni Tradisi “Bijo”. Untuk mengatasi masalah sumberdaya manusia telah pula didatangkan tenaga ahli (pelatih ahli)  berbagai jenis seni tradisi yang ada di Minangkabau ke Ruang Baraja Seni Tradisi “Bijo”. Dalam hal sarana prasarana telah dibantu menyediakan seperangkat alat musik tradisi Minangkabau yaitu talempong.

Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO” yang awalnya bernama Kelompok Seni Bijo didirikan tahun 2009,  sekarang sudah mulai memperlihatkan perkembangan yang signifikan layaknya sebuah kelompok seni tradisis. Di Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO”, anak-anak yang berada diperumahan Jabal Rahman-Kelurahan Sungai Sapiah Kuranji Padang dilatih berbagai kesenian tradisional Minangkabau.

Dulu, diawal-awal kehadiran BIJO, banyak orang tua yang memandang sinis  terhadap kehadiran BIJO di areal perumahan. Mereka memandang kehadiran Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO” sangat mengganggu karena suara bising anak-anak bermain. Sekarang, setelah tim pengabdian dari FIB UNAND bersama pemimpin tingkat RT, RW, LURAH, dan kecamatan ikut memberi support, masyarakat mulai  mengapresiasi kehadiran Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO”. Para orang tua mulai percaya mengantarkan anak-anak mereka  yang TK dan SD ke maskar BIJO untuk bermain sambil belajar berbagai seni tradisi Minangkabau. Seorang ibu yang punya warung tidak jauh dari markas Bijo ikut senang karena banyak anak-anak  jejan sehabis latihan. Ibu- ibu yang punya anak kecil juga ikut bermain di markas BIJO sambil mengasuh anak kecilnya itu. Sekarang, yang menjadi anggota Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO”  sudah ada yang duduk di bangku SMP dan SMA. Secara umum, warga perumahan Jabal Rahman sudah mengapresiasi kehadiran Ruang Baraja Seni Tradisi “BIJO.

Dengan bertambahnya sarana belajar alat musik tradisi Minangkabau seperti talempong, kesungguhan mereka berlatih juga meningkat. Dengan alat musik talempong itu, mereka sudah dapat mengiringi beberapa lagu berbahasa Minangkabau. Sekarang mereka sudah diundang menghibur pada berbagai acara seperti pada puncak perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus.    

Di markas Bijo ibu-ibu juga berkumpul untuk belajar berbagai hal seperti merajut dan membuat kue dan sebagainya. Bahkan di markas Bijo juga dikembangkan usaha ekonomi membuat bawang goreng. Bawang goreng Bijo sudah bermerek .... dan pemasarannya juga sudah mulai luas, karena anak-anak yang sudah agak besar ikut serta menjadi reseller.

Pendiri “BIJO”, saudari Dra. Jawahir yang sudah lama berkecimpung dalam kegiatan seni tradisi Minangkabau semakin dikenal masyarakat kepiawaiannya. Di Radio Susi FM tahun 2007 sampai tahun 2012, beluau membawakan acara pantun balega. Di RRI Padang, dia membawakan acara Kato Bajawek dalam Pantun (2012-20115). Di Balai Pelestarian Kebudayaan di Sumatra Barat, beliau menjadi Instrukrur Seni Tradisi. Sementara, di Balai Bahasa Padang, Dra Jawahir menjadi juri tetap pada pemilihan duta bahasa tingkat Sumatra Barat. Bahkan, sekarang, dia sudah didaulat menjadi pembicara pada diskusi yang diselenggarakan oleh organisasi perempuan Minangkabau mancanegara yang bernama “Mandeh Minang Mancanegara (3-M)”, yang dulunya bernama “Bundokanduang Mancanergara”. Penghargaan masyarakat terhadap dedikasinya menghidupkan seni tradisi Minangkabau bersama BIJO mudah-mudahan semakin meningkat. Aamiin.


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com