- Jumat, 16 Desember 2022
KEBUDAYAAN SEBAGAI PERILAKU
KEBUDAYAAN SEBAGAI PERILAKU
Oleh: Lindawati*
Kata Minangkabau setidaknya mengacu pada dua pengertian yaitu pengertian satuan budaya dan satuan wilayah. Sebagai satuan wilayah, kata Minangkabau mengacu pada wilayah administrasi Sumatera Barat minus Mentawai. Sebagai satuan budaya kata Minangkabau mengacu pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Minangkabau. Kebudayaan Minangkabau menampakkan manifestasinya yang paling nyata dalam adat. Sehingga orang Minang terkenal dengan adatnya. Adat sangat penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Oleh karena itu dalam pepatah Minangkabau dinukilkan dalam pepatahnya yang berbunyi iduik dikanduang adat. Adat dalam masyarakat Minangkabau merupakan nilai yang menjadi pedoman hidup.
Adat Minangkabau merupakan aturan yang mengatur kehidupan orang Minang. Aturan tersebuit bersifat mengikat bagi masyarakat Minang. Keterikatan tersebut dapat dipahami bahwa ketika orang Minang tidak melaksanakan adat Minangkabau, tidak beradat dengan adat Minangkabau, maka orang tersebut dianggap telah melanggar adat Minangkabu. Dari situ tampaklah bahwa adat Minangkabau bersifat mengikat. Dia harus dipatuhi. Aturan adat menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada saat seorang gadis dilamar dan ditanya tentang kesediaannya menjadi istri seseorang, gadis tersebut memiliki bahasa sendiri untuk menyampaikan kesediannya. Caranya biasanya diam kalau menyatakan setuju. Dalam budaya kita di Indonesia agak aneh apabila ada gadis yang sorak-sorai dengan bergembira ketika menyatakan kesediaannya untuk dinikahi. Seorang politisi punya cara yang berbeda pula saat dipinang oleh sebuah partai untuk mau menjadi anggota partai atau calon eksekutif dalam sebuah kompetisi menduduki kursi eksekutif seperti Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati dan sebagainya. Dua posisi berbeda ini dimungkinkan menggunakan variasi bahasa yang berbeda pula karena faktor fungsi dan budaya sekitar.
Seorang diplomat yang cerdas memainkan diplomasinya tentu tidak akan mudah memutuskan ‘tidak’ pada situasi atau persoalan yang mengharuskan memutuskan tidak. Tuntutan profesi memungkinkan orang harus berhemat dan berhati-hati memutuskan sebuah persoalan, sekalipun dia mengetahui bahwa dia dapat mengatakan “tidak”. Diplomat yang diplomatis akan memilih kata-kata pasif dan menyebabkan lawan bicara tidak memahami secara langsung pernyataan yang disampaikannya. Memang bahasa diplomat harus diplomatis, tidak “hitam putih”.
Demikian pula dalam sebagian budaya masyarakat, seorang gadis tidak dapat secara vulgar mengatakan “ya” apabila dia menerima lamaran sekalipun dia sangat setuju dan mencintai calon suaminya. Pada beberapa etnis di Indonesia, sikap diam lebih dipahami sebagai bentuk pernyataan setuju. Perempuan pada umumnya budaya, berposisi sebagai pihak yang menjawab bukan bertanya, dilamar bukan melamar, dinikahi bukan menikahi. Pokoknya perempuan dalam konteks budaya berada dalam struktur pasif sehingga dipandang agak aneh kalau perempuan mudah mengatakan “ya”. Demikianlah bahasa, dalam praktiknya memungkinkan berbagai variasi terjadi. Berdasarkan contoh ini dapat dinyatakan kebudayaan wujud dalam perilaku utamanya dalam tindak bahasa atau tindak tutur. Kebudayaan yang wujud dalam bentuk perilaku yang lain bisa jadi berkaitan dengan perilaku patuh yang salah satunya bisa terlihat dari tindakan antri dalam menanti jatah bantuan beras untuk orang miskin.
Pergeseran perilaku berbahasa masyarakat sangat nyata hari-hari ini. Masyarakat di daerah-daerah di Indonesia mulai bergeser meninggalkan bahasa daerah (bahasa ibu) menuju ke bahasa Indonesia untuk dijadikan bahasa pertama (bahasa ibu). Bahkan ada fenomena yang lebih mengkhawatirkan karena ada kecendrungan lebih memilih bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Beberapa kelompok orang menganggap bahasa Indonesia lebih mentereng dari bahasa daerah dan bahasa Inggris lebih prestisius lahi dari bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Tempat yang menunjukkan bahasa Inggris lebih prestisius dari bahasa Indonesia di antaranya adalah restoran-restoran dan hotel-hotel. Petunjuk-petunjuk dan nama atau jenis makanan ditulis dalam bahasa Inggris. Para pelayan hotel dan restoran juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar komunikasi, padahal tidak semua yang dilayani orang asing. Kita juga menyaksikan di pusat-pusat keramaian dan fasilitas umum, banyak petunjuk ditulis dalam bahasa Inggris. Persoalannya mungkin bukan hanya pada masalah identitas yang semakin pudar atau gengsi lapisan menengah-atas masyakat Indonesia, tetapi ada juga mental yang “terjajah” berperan dalam kasus perilaku berbahasa tersebut. Masyarakat Indonesia saat ini memang banyak yang multilingual. Orang-orang yang berjiwa “nasionalis” akan dapat lebih bijaksana kapan berbahasa daerah, nasional, ataupun asing. Kajian sosiolinguistik tentang hal ini menarik terutama dalam hubungannya dengan perkembangan dan pembangunan jati diri bangsa melalui bahasa.
*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Tag :#Opini #Lindawati #Budaya
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
KALA NOFI CANDRA MENEBUS JANJI KE TANAH SUCI
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT