HOME OPINI OPINI

  • Selasa, 19 Oktober 2021

Kapan Sebetulnya Maulid Nabi Muhammad SAW

Bayu Pamungkas
Bayu Pamungkas

Kapan Sebetulnya Maulid Nabi Muhammad SAW?

Oleh: Bayu Pamungkas

Maulid Nabi artinya hari kelahiran nabi. Dari makna kontekstual istilah tersebut, apa mungkin kiranya merubah jadwal Maulid Nabi? Tentu tidak. Sebut saja misalnya Nabi Muhammad Saw yang lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tidak mungkin dirubah menjadi 13 Rabiul Awwal. Selain melawan arus fakta sejarah yang terlalu kuat, menggeser Maulid Nabi tentu merupakan bentuk kebijakan yang teledor. 

Lain halnya dengan memperingati Maulid Nabi. Namanya memperingati tentu boleh kapan saja. Mau sebelum, saat, setelah hari H, atau bahkan setiap hari pun boleh-boleh saja.

Lalu bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa, kalau sekiranya memperingati hari kelahiran Nabi ini baik, tentu sudah dilakukan oleh para Sahabat r.hum yang hidup sezaman dengan Nabi.

Kalau nasihat Gus Baha, ini cara berfikir yang tidak logis. Contohnya begini, seorang ayah pasti antusias dan haru menyambut hari lahir anaknya yang padahal dewasa nanti belum jelas jadi apa. Lalu bagaimana mungkin seorang divonis sesat ketika ia bahagia atas kelahiran seorang Muhammad SAW yang kedatangannya saja sudah dipastikan membawa berkah untuk seluruh alam.

Penulis yang fakir ini tentu berharap ketika bahasannya Maulid Nabi, produknya adalah persatuan. Karena pada dasarnya juga, mencintai adalah aktifitas yang tidak kenal waktu.

Peringatan hari kelahiran Nabi ini diharapkan tidak terjebak kepada seremonial normatif saja, tapi bersifat yang substansional. Karena ada banyak 'clue' dari  kehidupan Nabi Muhammad Saw, sabar dan tidak merasa paling benar misalnya.

Hal ini bisa dibaca pada kisah beliau yang pergi ke Tha'if untuk menyebarkan Islam pada tahun 9 Kenabian. Beliau berangkat ke Tha'if dengan merasa akan mendapat respon yang baik, tapi malah sebaliknya. Beliau dicaci maki, diusir dan dilempari hingga keluar darah dari kaki beliau yang mulia. Melihat kekasih Allah terluka,  malaikat penjaga gunung ingin meratakan Tha'if dengan tanah. Tapi Nabi Muhammad dengan jiwa besarnya melarang, dan mendoakan kebaikan untuk orang-orang Tha'if. Hingga di kemudian hari Tha'if pun diguyur hidayah oleh Allah. Dan masih banyak lagi kisah dari Nabi Muhammad Saw yang menyisakan pelajaran hebat untuk ummatnya. 

Kemudian menyoal pernyataan dan kebijakan yang menggeser hari peringatan Maulid Nabi. Peristiwa merubah jadwal peringatan hari besar Islam juga pernah terjadi sebelumnya, yaitu peringatan tahun baru Islam 1 Muharram. Hal ini terjadi di tahun Masehi yang sama dan belum pernah terjadi sejak kabinet Majapahit. Sebenarnya kebijakan seperti ini tidak mengapa. Toh hanya merubah jadwal peringatan, tidak merubah jadwal peristiwa di fakta. Bentuk husnuzan sebagai rakyat biasa, tentu kita menilai mungkin inilah wujud kebhinekaan berfikirnya para pakar.

Tapi sayangnya alasan menggeser hari peringatan Maulid Nabi adalah upaya pencegahan penularan Covid-19, rasanya sudah tidak relevan. Sebab angka penyebaran virus sudah reda. Disisi lain, hari libur kerja paling banyak di Indonesia adalah karena menghormati Hari Besar Keagamaan (HBK). Sehingga liburlah yang mengikuti HBK, bukan HBK yang mengikuti hari libur. Mengingat kedepan masih banyak lagi hari besar Islam, semoga cukuplah berjalan sebagaimana yang tertera di jadwalnya. Sayang jika momen penting terlewat begitu saja. 

Pada akhirnya kita berada di bingkai harap yang sama. Semoga dengan macam ragamnya Ummat Muslim di Indonesia memperingati hari kelahiran Nabi, dengan penuh bahagia dan minat, sebagai wujud menjemput dan membalas rindunya Muhammad Saw, bisa mengantarkan pada perdamaian dan persatuan bangsa.


Tag :#MauludNabi #MuhammadSAW #BayuPamungkas

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com