HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Minggu, 26 Mei 2024

Diantara Egoisme Penonton Dan Omong Kosong Visi Kebudayaan Pada Seni Pertunjukan

Peserta diskusi seni yang berlangsung pada hari Sabtu, 25 Mei 2024, di Gallery Taman Budaya Prop. Sumatera Barat. Foto yeka.
Peserta diskusi seni yang berlangsung pada hari Sabtu, 25 Mei 2024, di Gallery Taman Budaya Prop. Sumatera Barat. Foto yeka.

Diantara Egoisme Penonton dan Omong Kosong Visi Kebudayaan pada Seni Pertunjukan

Oleh Yeyen Kiram Yeka
 

 

Seni pertunjukan merupakan bahagian dari aktivitas aksi kesenian, yang menampilkan ketrampilan dalam berkesenian. Dan agar ketrampilan tersebut utuh saat ditampilkan pada medium panggung, maka diperlukanlah pelbagai kelengkapan pendukung, seperti kostum, tata artistik, make-up, panggung, dan lainya. Berbeda halnya dengan pertunjukan seni. Dua pengertian ini, sering menjadi persoalan yang tumpang tindih dan terkadang salah, maupun tidak tepat dalam memahami. Sehingga akhirnya menjadi kerancuan dan persoalan tersendiri bagi tumbuh kembang eksistensi kesenian, di Sumatera Barat.

Hingga saat ini iklim  kreativitas dari para seniman seni pertunjukan, pada dasarnya tidaklah berkurang daya tariknya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Gairah dan semangat berkesenian, sekalipun terkadang tak masuk dalam program kerja resmi yang ada, tetaplah terjaga. Sekalipun “perlakuan” yang diterima seniman pelaku seni dari pemerintah sebagai fasilitator, sungguh tak layak. Membiarkan seniman melakukan pertunjukan di ruang yang tidak didesain (diperuntukkan) bagi sebuah pertunjukan seni, jelas tak manusiawi. Apalagi, hampir selama 10 tahun terakhir, pertunjukan-pertunjukan kesenian terpaksa digelar diantara ruang bengkalai bangunan yang masih berbentuk kerangka.

Tidak selesai dan berlarutnya rencana proyek pembangunan gedung pertunjukan yang representatif melalui pembangunan ulang kompleks Kesenian atau Taman Budaya yang terbengkalai selama hampir 15 tahun terakhir, adalah wujud dari ketidakpedulian pemerintah daerah terhadap visi dari pelaksanaan UU Pemajuan kebudayaan itu sendiri.  

“Omong kosong berharap sepenuhnya visi pemajuan kebudayaan, jika soal fasilitas infrastruktur saja, pemerintah tak serius dalam menepati rencana,“ ucap seniman, budayawan Nasrul Azwar dalam diskusi seni yang berlangsung pada hari Sabtu, 25 Mei 2024, di Gallery Taman Budaya Prop. Sumatera Barat. Nasrul Azwar, atau dikenal dengan nama Mak Naih, adalah penulis yang baru saja menerbitkan buku “Memunggungi Panggung Seni”, mengetengahkan makalah berjudul “Omong Kosong Visi Kebudayaan Maju”.

Memasuki tahun keduanya, Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar, kembali menggelar kegiatan diskusi seni untuk ketiga kalinya. Disamping pada setiap dwibulan rutin melakukan aksi Seni Panggung Ekspressi, sekaligus orasi, sebagai wujud dari upaya mengembalikan Taman Budaya sebagai rumah dan pusat aktivitas karya bagi para seniman.

Diskusi kali ini, mengusung tema tentang “Seni Pertunjukan" di Sumatera Barat. Diskusi dimoderatori oleh Dr.Andria C Tamsin, M.Pd, dengan menghadirkan dua nara sumber, Dr.Abdullah Khusairi, MA, dan Nasrul Azwar. Diskusi dihadiri sekitar 50 orang peserta berasal dari pelbagai kalangan, serta latar belakang. Turut hadir juga, Samdani, Spd.MPd,  dari Dinas Pendidikan Kota Padang, Kantor Dinas Pendidikan Prop.Sumbar, Prof. Dr.Ermanto Talontang dari Univeritas Negeri Padang serta Dr. Indra Utama,S.Kar.M.Hum, Direktur INS Kayutanam.

Membicarakan tentang Seni Pertunjukan, memang tidaklah sama dengan Pertunjukan Seni. Karena Pertunjukan Seni, sebagaimana pengantar dari Dr.Andria C Tamsin, M.Pd sebagai moderator, adalah merupakan konsep atau ide yang  memprovokasi pemikiran serta menantang nilai normatif. Jadi perlu kehati-hatian bagi para pembuat kebijakan, maupun publik penonton jangan sampai salah dalam mengapresiasi.

Mengingat, kedua konteks tersebut tidak hanya melibatkan seniman sebagai kreator, juga penonton. Sayangnya seniman sendiri selaku produsen maupun pengelola pertunjukan, malah terkesan cenderung selama ini, lebih mempertontonkan egoismenya melalui panggung pertunjukan. Menyebabkan penonton akhirnya (terpaksa) memiliki interpretasi sendiri, dan menjadi liar sewaktu memahami konteks serta pesan yang hendak disampaikan melalui pertunjukan tersebut. Bahkan bisa jadi malah, penontonya sendiri jadi tak mengerti, tentang apa yang dipertunjukkan sebetulnya, kata Dr.Abdullah Khusairi, MA, dalam makalah berjudul “ Egoisme Di Atas Panggung “

Menurut Viveri Yudhi, atau dikenal dengan Mak Kari, salah seorang peserta diskuisi, memang seharusnya seniman sendiri juga memiliki maksud dan tujuan yang jelas. Untuk apa pertunjukan tersebut diselenggarakan, dan umpan balik apa nantinya yang diharapkan dari pennton, agar pesan-pesan yang ditujukan, menjadi terpenuhi.

Membahas tentang Seni Pertunjukan, memang pada akhirnya menjadi diskurs yang melibatkan banyak pihak. Tak hanya sekedar pemerintah sebagai fasilitator, seniman dengan masyarakat seni secara keseluruhan, sebagai kreator, juga peran dari wakil rakyat di DPR sebagai legislator. Karena bagaimanapun pada akhirnya kenapa gedung dan fasilitas pertunjukan menjadi tak layak guna, tak lain adalah karena minimnya ketersediaan anggaran untuk itu. Dan dari mana penganggaran bermulai, maka itu adalah dari hasil persidangan di fraksi-fraksi yang ada pada DPRD.
Kenyataanya saat ini, sebagaimana disampaikan inisiator Presedium FPS, Ery Mefri meski seni pertunjukan marak diselengarakan, namun minimnya fasilitas juga tak membuat harapan dan persoalan-persoalan di bidang kesenian akan selesai. Jangankan akan lahirnya nantinya pemikiran baru, sebagaimana diharapkan, malah bisa jadi situasinya berbalik jadi terjebak pada pertunjukan seni yang bisa “membunuh” seni pertunjukan itu sendiri.

Kegiatan diskusi terbuka yang berlangsung selama hampir dua jam ini, pada akhirnya membuka beberapa pemikiran, betapa perlunya komunikasi antarsesama pihak secara terbuka dan positif. Komunikasi antara seniman/budayawan dengan pihak eksekutif maupun legislatif, ataupun sebaliknya. Dengan demikian pesan-pesan yang diamanatkan melalui Undang-Undang, dapat terwujud, bagi keseimbangan pembangunan serta pengembangan kebudayaan secara keseluruhan.  
(yeka)


Tag :#Kebudayaan #Seni pertunjukan #Pertunjukan seni #Taman budaya sumbar #Padang

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com