HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Senin, 3 Juli 2023

Abreviasi Di Kalangan Mahasiswa FIB Unand

Opini Sahel Ahksa
Opini Sahel Ahksa

Abreviasi di Kalangan Mahasiswa FIB Unand

Oleh: Sahel Aksa Muslimin*

Bahasa sangat penting perannya dalam berkomunikasi. Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi, dihasilkan oleh alat ucap manusia dan digunakan sebagai alat komunikasi antar (kelompok) masyarakat (Keraf, 1984: 16). Wujud dari bahasa itu sendiri bisa terjadi dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tarigan (1994: 3) mengemukakan bahwa wujud bahasa berbentuk lisan digunakan untuk berkomunikasi secara langsung, sedangkan tulisan digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung.

Manusia cenderung melakukan segala sesuatu secara praktis dan efisien dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditemukan karena manusia cenderung menginginkan sesuatu yang praktis agar dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. Berkomunikasi pun begitu sifat alamiah manusia dapat terlihat dalam penghematan ruang dan waktu. Hal tersebut akhirnya memunculkan bentuk penyingkatan-penyingkatan. Penyingkatan ini dalam ilmu bahasa (linguistik) dikenal dengan istilah ‘Abreviasi’.

Abreviasi adalah penggalan satu atau beberapa leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Leksem adalah satuan leksikal dasar yang mendasari berbagai perubahan bentuk suatu kata. Jadi yang dimaksud dengan proses penggalan satu atau beberapa leksem atau kombinasi leksem dari pengertian abreviasi tersebut adalah penggalan dari kata, suku kata. Intinya merupakan penggalan dari unsur-unsur yang membentuk kata.

Menurut Juanita dkk. (2015: 452-453) wujud penyingkatan dalam konteks berbahasa sebagai satu proses pembentukan kata dalam ilmu bahasa adalah penggunaan abreviasi. Abreviasi termasuk ke dalam morfologi, yang berarti / pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan (Kridalaksana, 2007: 159).

Abreviasi dalam berkomunikasi sering terjadi dalam setiap pertuturan. Menurut Kridalaksana (2010: 161) bentuk abreviasi dalam bahasa Indonesia muncul karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Selanjutnya, Kridalaksana menjelaskan fenomena abreviasi ini tidak hanya muncul dalam pertuturan bahasa Indonesia saja, tetapi juga terjadi dalam bahasa daerah. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keragaman suku dan budaya. Setiap proses abreviasi tidak selalu sama antar daerah di Indonesia. Dalam proses abreviasi, Kridalaksana (2010: 159) secara rinci membagi jenis abreviasi ke dalam lima bentuk, yaitu singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf.

Di kalangan remaja juga banyak penggunaan bentuk abreviasi. Abreviasi yang diciptakan oleh remaja tidak Berbahasa Indonesia. Abreviasi juga terdapat dalam bahasa daerah. Remaja sering kali menciptakan kata-kata yang dimengerti oleh kelompok mereka saja. Orang-orang yang berada di luar kelompok mereka terkadang tidak mengerti dengan bahasa yang mereka gunakan. Hal ini terjadi karena kata yang mereka ciptakan itu tidak hanya sekedar singkatan yang sudah umum digunakan namun mereka menciptakan kata-kata baru. Kata yang mereka ciptakan itu diplesetkan dan dibuat makna baru. Fenomena ini banyak ditemukan di kalangan mahasiswa yang kuliah di Kota Padang.

Remaja merupakan bagian dari kelompok sosial tertentu yang ada di dalam suatu masyarakat yang sering menciptakan kata-kata dan istilah baru dalam berkomunikasi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Indonesia, 2008:1191) definisi remaja adalah mulai dewasa atau sudah sampai umur untuk kawin. Sumarsono (2002:150) menjelaskan masa remaja mempunyai ciri antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin pula dalam bahasa mereka. Oleh karena itu, wajar apabila terdapat perbedaan penggunaan bahasa kelompok remaja ini dibandingkan dengan kelompok lain.

Pentingnya abreviasi juga dapat menjadi kontribusi bagi materi pembelajaran yang bisa diajarkan guru kepada siswa. Tujuan dari adanya pembelajaran abreviasi pada pembelajaran bahasa Indonesia adalah untuk memberi pengetahuan serta pemahaman baik guru maupun siswa tentang abreviasi. Pemahaman mengenai abreviasi dapat berupa pengetahuan mengenai pengertian abreviasi dan juga bentuk-bentuk abreviasi yaitu akronim, kontraksi, singkatan, lambang huruf. Selain dapat mengetahui bentuk-bentuk abreviasi, pengetahuan yang bisa didapatkan adalah proses pembentukan abreviasi. Atas dasar itulah penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi sebagai alternatif sumber belajar.

Berbagai macam faktor serta tujuan masing-masing pengguna bahasa melatarbelakangi adanya penggunaan abreviasi. Namun faktor utama yang banyak dijumpai adalah upaya praktis dan cepat yang diinginkan oleh pengguna bahasa. Sebagaimana yang diungkapkan Chaer (2007:192) bahwa pemendekan merupakan proses yang cukup produktif, dan terdapat hampir semua bahasa. Produktifnya proses pemendekan ini adalah karena keinginaan untuk menghemat tempat (tulisan) dan tentu juga ucapan. Penciptaan suatu pemendekan atau abreviasi membutuhkan kesepakatan dari berbagai pihak yang terkait dalam suatu bidang tertentu agar tidak terjadi tumpah tindih dengan kependekan lainya. Pengguna bahasa juga harus mengikuti perkembangan abreviasi bahasa agar mengetahui istilah-istilah baru dari abreviasi. Selain itu dengan mengikuti perkembangan pengguna bahasa dapat menambah pengetahuan dalam memperkaya kosakata baru. Proses  pembentukan kata dalam abreviasi dapat dikatakan menarik untuk diteliti karena memiliki struktur yang bervariasi dalam membentuk suatu komponen kata.

Astuti (2013:2) menjelaskan bahwa remaja seringkali menciptakan kata-kata baru yang membedakan kelompok mereka dengan kelompok lainnya. Kata-kata baru yang remaja ciptakan ini salah satunya berupa abreviasi. Ciri-ciri seperti ini juga dimiliki oleh remaja di Universitas, seringkali menggunakan abreviasi saat berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Berikut contoh penggunaan abreviasi bahasa Minangkabau di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.

Santoso (2005:5) juga mengemukakan bahwa morfologi adalah suatu cabang dari tata bahasa dan tata bahasa itu sendiri merupakan salah satu cabang dari linguistik, di samping samantik dan fonologi yang tidak termasuk kedalam tata bahasa. Bedasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang seluk beluk kata, dari perubahanya serta dampak perubahan kata tersebut.

*Mahasiswa Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

 


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com