- Senin, 17 Maret 2025
Merosotnya Kepercayaan Publik Terhadap Polri: Antara "Kebaperan" Dan Reformasi Yang Diperlukan
.jpeg)
Merosotnya Kepercayaan Publik Terhadap Polri: Antara "Kebaperan" dan Reformasi yang Diperlukan
Oleh: Syafra Wati
Belakangan ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menjadi sorotan publik akibat berbagai kontroversi yang mencuat ke permukaan. Isu utama yang berkembang adalah meningkatnya anggapan bahwa Polri terlalu sensitif atau “baper” terhadap kritik masyarakat. Hal ini diperparah dengan berbagai kasus yang melibatkan oknum kepolisian, yang semakin menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
Salah satu kasus yang menjadi perbincangan luas adalah reaksi aparat kepolisian terhadap Band Sukatani yang viral dengan lagunya berjudul Bayar, Bayar, Bayar. Lagu ini mengkritik sistem birokrasi dan dugaan pungutan liar yang masih terjadi di berbagai sektor, termasuk kepolisian. Respons aparat yang berusaha menekan atau menyelidiki band tersebut dinilai berlebihan dan justru memperkuat stigma negatif terhadap Polri.
Menanggapi hal ini, Indonesia Police Watch (IPW) menyarankan agar Polri lebih bijak dalam menerima kritik dari masyarakat. Kritik yang disampaikan melalui seni, seperti lagu, seharusnya dipandang sebagai bentuk kepedulian terhadap institusi negara, bukan sebagai ancaman. Sebaliknya, Polri seharusnya menjadikan kritik ini sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan sistem.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya merespons isu ini dengan cara yang lebih positif. Ia mengajak Band Sukatani untuk menjadi duta Polri, sebagai bentuk keterbukaan terhadap kritik. Langkah ini patut diapresiasi karena menunjukkan niat Polri untuk berbenah dan lebih dekat dengan masyarakat.
Namun, isu kebaperan bukan satu-satunya masalah yang menghantui Polri saat ini. Merosotnya kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian juga disebabkan oleh sejumlah kasus yang melibatkan aparat penegak hukum. Kasus-kasus ini mulai dari pelanggaran etik, dugaan keterlibatan dalam tindakan kriminal, hingga lambannya penanganan kasus yang merugikan masyarakat.
Survei Populi Center pada tahun 2022 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri mengalami penurunan drastis. Hal ini disebabkan oleh berbagai skandal yang mencoreng citra kepolisian, mulai dari kasus pembunuhan berencana oleh oknum polisi, tindakan represif terhadap demonstran, hingga dugaan keterlibatan aparat dalam jaringan narkoba dan perjudian ilegal.
Beberapa pakar menilai bahwa reformasi kepolisian harus segera dilakukan agar institusi ini bisa kembali mendapatkan kepercayaan publik. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan transparansi dalam setiap proses hukum. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana kasus-kasus tertentu ditangani agar tidak ada kesan bahwa Polri melindungi pihak-pihak tertentu.
Selain itu, Polri juga harus lebih aktif dalam menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran. Jika oknum polisi yang terbukti bersalah hanya diberi sanksi ringan atau dipindahkan ke posisi lain tanpa hukuman yang tegas, maka akan muncul persepsi bahwa Polri tidak serius dalam membersihkan internalnya dari praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Salah satu contoh buruk dalam penegakan hukum adalah ketika ada kasus viral yang mendapat perhatian publik, Polri baru bergerak cepat menangani masalah tersebut. Sebaliknya, kasus-kasus yang tidak viral sering kali berjalan lambat atau bahkan tidak mendapatkan perhatian sama sekali. Hal ini membuat masyarakat merasa bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Kasus lain yang menjadi sorotan adalah dugaan intimidasi terhadap aktivis dan jurnalis yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah atau aparat kepolisian. Jika Polri terus menunjukkan sikap anti-kritik, maka reformasi kepolisian yang dijanjikan hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi nyata.
Agar dapat memulihkan citranya, Polri harus kembali ke khitahnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Keberadaan polisi dalam kehidupan masyarakat seharusnya memberikan rasa aman, bukan ketakutan. Oleh karena itu, pendekatan yang humanis dan terbuka terhadap kritik sangat diperlukan dalam sistem kepolisian modern.
Masyarakat pun perlu diberikan ruang yang cukup untuk menyampaikan pendapatnya tanpa rasa takut akan represi atau pembungkaman. Jika kritik dari rakyat terus dianggap sebagai ancaman, maka kesenjangan antara Polri dan masyarakat akan semakin lebar, yang pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak.
Dunia digital saat ini membuat segala sesuatu lebih transparan. Informasi dapat menyebar dengan cepat melalui media sosial, sehingga upaya menutupi suatu kasus atau menekan kritik justru akan menjadi bumerang bagi institusi kepolisian itu sendiri. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang lebih baik harus diterapkan agar Polri dapat beradaptasi dengan perubahan zaman.
Selain itu, perlu ada evaluasi terhadap sistem perekrutan dan pelatihan anggota kepolisian. Integritas dan moralitas harus menjadi standar utama dalam menerima calon anggota polisi, bukan sekadar aspek fisik atau koneksi politik. Dengan begitu, Polri dapat memiliki personel yang benar-benar berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Salah satu solusi jangka panjang yang dapat diterapkan adalah dengan mengadopsi sistem body camera untuk semua anggota kepolisian yang bertugas. Dengan adanya rekaman video, masyarakat dapat memastikan bahwa tindakan polisi di lapangan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Reformasi Polri juga harus melibatkan peran serta masyarakat. Sistem pengawasan eksternal yang independen harus diperkuat agar Polri tidak bertindak sewenang-wenang. Lembaga seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ombudsman harus diberikan kewenangan lebih besar untuk mengawasi kinerja kepolisian secara transparan.
Membuka ruang dialog antara Polri dan masyarakat juga bisa menjadi solusi efektif. Forum diskusi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dapat menjadi wadah bagi kepolisian untuk memahami keresahan publik serta mencari solusi bersama untuk menciptakan sistem kepolisian yang lebih baik.
Polri juga perlu mengembangkan program edukasi hukum bagi masyarakat, terutama generasi muda. Dengan memahami hak dan kewajiban mereka, masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban tanpa perlu merasa takut terhadap aparat.
Penting juga bagi kepolisian untuk memperbaiki sistem internalnya dengan mempercepat proses penyelidikan terhadap kasus-kasus yang melibatkan oknum polisi. Jika ada aparat yang terbukti bersalah, mereka harus ditindak secara hukum tanpa pandang bulu.
Kapolri dan jajaran pimpinan Polri harus menunjukkan komitmen yang lebih besar dalam melakukan reformasi. Bukan sekadar pernyataan di media, tetapi harus ada tindakan nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat.
Penting untuk memahami bahwa kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian adalah aset yang sangat berharga. Tanpa dukungan masyarakat, tugas kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban akan semakin sulit.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan lebih mendengarkan suara rakyat dan tidak mudah tersinggung terhadap kritik. Institusi yang kuat adalah yang mampu menerima masukan, melakukan evaluasi, dan beradaptasi dengan kebutuhan zaman.
Jika Polri ingin kembali mendapatkan kepercayaan publik, reformasi menyeluruh harus dilakukan. Mulai dari perbaikan internal, peningkatan transparansi, hingga membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat.
Pada akhirnya, Polri adalah bagian dari rakyat, bukan entitas yang berdiri sendiri. Keberadaannya harus selalu berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar untuk mempertahankan kewibawaan institusi semata.
(Penulis Mahasiswi Universitas Andalas Jurusan Sastra Minangkabau)
Tag :#Opini #Kepercayaan Publik
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
NGALAU BUNIAN DI LINTAU BUO UTARA: MISTERI GUA YANG MENGUNDANG MITOS,DUNIA GHAIB DAN KEPERCAYAAN TERHADAP MAKHLUK HALUS ATAU ROH
-
BADAI PHK MASSAL DI SRITEX: PENYEBAB, DAMPAK, DAN TANGGAPAN PEMERINTAH
-
SAWAHLUNTO KOTA LAYAK ANAK DAN PENDAPATAN DAERAH
-
TRADISI MAANTA PABUKOAN KE RUMAH MINTUO DI PESISIR SELATAN: WARISAN BUDAYA RAMADAN MINANGKABAU
-
TRADISI PACU KUDO: AJANG SILATURAHMI DAN TRADISI BERKUDA DI PAYAKUMBUH
-
NGALAU BUNIAN DI LINTAU BUO UTARA: MISTERI GUA YANG MENGUNDANG MITOS,DUNIA GHAIB DAN KEPERCAYAAN TERHADAP MAKHLUK HALUS ATAU ROH
-
BADAI PHK MASSAL DI SRITEX: PENYEBAB, DAMPAK, DAN TANGGAPAN PEMERINTAH
-
SAWAHLUNTO KOTA LAYAK ANAK DAN PENDAPATAN DAERAH
-
MEROSOTNYA KEPERCAYAAN PUBLIK TERHADAP POLRI: ANTARA "KEBAPERAN" DAN REFORMASI YANG DIPERLUKAN
-
TRADISI MAANTA PABUKOAN KE RUMAH MINTUO DI PESISIR SELATAN: WARISAN BUDAYA RAMADAN MINANGKABAU