- Sabtu, 24 Juni 2023
Pariwisata Ranah Minang, Antara Harapan Dan Setumpuk Catatan
Dalam beberapa kali saya diminta memberikan masukan tentang kemajuan Sumatera Barat ke depan. Saya selalu mengatakan bahwa kemajuan Sumatera Barat itu akan bisa diraih dengan memberikan dorongan, perhatian dan kesungguh-sungguhan bagi kemajuan pariwisata, pendidikan dan kesehatan.
Kenapa bukan pertanian ? Saya tidak menisbikan sektor pertanian yang sekarang digeluti sekitar 50 persen usaha masyarakat. Tapi pertanian dengan model sekarang, berat bagi Sumbar untuk melakukan lompatan besar, paling sekedar menjadi ekonomi subsistensi.
Yaitu ekonomi yang "Lapeh makan" untuk menopang hidup. Banyak argumentasi saya hingga sampai pada kesimpulan seperti itu, antara lain soal kepemilikan lahan yang rata rata hanya dimiliki 1/3 ha per keluarga dan soal harga gabah yang relatif rendah dengan biaya pupuk yang makin berkurang subsidinya dari tahun ke tahun serta beberapa faktor lainnya.
Lalu kenapa tiga sektor yang saya sebutkan tadi bisa memberikan dampak besar bagi ekonomi Sumatera Barat?
Dalam bulan bulan terakhir ini, promosi media melalui google, instagram, twitter dan sebagainya tentang ke unggulan potensi pariwisata Sumatera Barat saya nilai luar biasa. Sejumlah keunggulan alam Sumatera Barat di ekpos berbagai pihak melalui media sosial.
Mulai wisata pantai, pulau pulau yang eksotik, danau-danau yang indah, udara pegunungan yang sejuk dengan hutan alamnya yang menarik dipandang, lembah-lembah berhutan alam yang mempesona, air terjun/ sarasah yang terserak di banyak tempat, gunung yang menjulang ke langit disaput awan putih, hamparan sawah yang menguning, jalan jalan nagari yang berkelok-kelok berhias panorama rumah gadang arsitektur Minangkabau yang unik, sampai kepada kuliner yang hanya memberi dua pilihan, enak dan enak sekali, hingga buah tangan makanan khas minang dengan berbagai keunggulan komparatif yang dimilikinya.
Menurut pengamatan saya, dalam beberapa tahun terakhir ini, memang bertumbuh sejumlah sarana pariwisata di Sumatera Barat atau juga bangunan yang kemudian menarik untuk di kunjungi seperti Kelok Sembilan, Masjid Raya Sumatera Barat dan sejumlah bangunan baru yang diinisiasi pembangunannya oleh beberapa kabupaten/ kota.
Destinasi wisata Sumatera Barat yang memang luar biasa, belakangan dibanjiri pujian luar biasa pula. Mulai dari Mande, Nagari Saribu Rumah Gadang, Lembah Anai, Desa tercantik di dunia Pariangan, Ngarai Sianok, Puncak Pato, Danau Di Ateh, Cinangkiak Singkarak, Lembah Harau, Danau Maninjau, bahkan juga sejumlah objek wisata baru yang tak saya kenal. Terakhir saya membaca Salibutan dengan air terjunnya yang tak kalah indah dari air terjun di Lembah Anai.
Sewaktu tersesat di rimba raya antara Paninggahan dan Padang 24 tahun lalu, atau tepatnya 14 Agustus 1999, saya memang sempat terpesona dengan air terjun yang belum terpoles tangan manusia itu. Tapi Saya tak sempat menikmati berlama-lama, karena saya masih terperangkap dengan kerisauan, maklum jalan keluar belum ditemukan. Rupanya Air terjun itu tak jauh lagi dari perkampungan tempat kami keluar dari belantara.
Saya sering mengatakan bahwa Allah itu Maha Adil. Saya yakin suatu saat Sumatera Barat akan menemukan sumber pendapatan yang besar, walaupun miskin minyak bumi, gas alam, batu bara dan lain lain sumber galian mineral. Keyakinan saya adalah pariwisata, itulah tambang emas Sumatera Barat di masa datang.
Setiap tamu yang datang ke Sumatera Barat, rasanya tak ada yang tak mengagumi keelokan dan keindahan alam minangkabau. Seorang sahabat saya di Jakarta mengatakan, bahwa Allah sedang tersenyum ketika membuat alam Ranah Minang Yang permai ini.
Kini, dari waktu ke waktu, dari hari ke hari masyarakat, mulai dari pengusaha yang berpunya, hingga penduduk biasa makin tergoda untuk mengekploitasi sektor pariwisata ini. Ada yang membuat resort-resort yang berkelas, hingga menjadikan rumah rumah penduduk sebagai tempat penginapan semacam homestay, losmen dan sebagainya.
Saya mendapat informasi, bahwa idul fitri kemarin ( 1444 H ), pelancong mengalami kemacetan total hingga lebih dari 4 jam ke arah Danau Di Atas dan Danau Di Bawah. Tentu ke daerah lain juga seperti itu, apalagi arah Bukittinggi, Tanah Datar, Maninjau, Pesisir Selatan, Singkarak dan 50 Kota.
Demikian lubernya wisatawan, hingga hotel, resort, villa, glamping, camping ground, wisma, homestay dan tempat penginapan lainnya tak sanggup lagi menampung. Akhirnya, banyak wisatawan yang tidur di halaman masjid atau rumah-rumah penduduk, sekedar melenturkan pinggang yang kaku atau untuk istirahat, tak peduli kualitas tempat dan kelayakan.
Ketika berlangsung Iven Nasional PENAS di Padang beberapa hari lalu, saya dikeluhkan seorang teman dari Jakarta yang mengunjungi saya, bahwa beliau tak dapat hotel sebelum berangkat kembali ke Jakarta, sekalipun hotel melati, karena semua sudah penuh. Beliau terpaksa tidur-tiduran di BIM menunggu pesawat paginya ke Jakarta. Semua itu mengindikasikan bahwa Sumatera Barat makin menarik untuk di datangi wisatawan.
Keadaan ini ‘bersambut’ dengan munculnya reaksi masyarakat dengan bertumbuhnya resort baru, hotel, objek-objek wisata baru yang dieksploitasi sesuai potensinya.
Sebagai masyarakat yang berjiwa entepreneur, masyarakat minang tak perlu disuruh membuat semua itu. Kalau ada peluang, mereka pasti memanfaatkannya, seperti juga munculnya berbagai tempat kuliner baru dan produk makanan yang di‘packaging’ dengan makin baik dan higienis , berkelas nasional, mulai dari asampadeh, rendang, dendeng balado, rendang lokan, aneka keripik, dan lain-lain.
Semua itu tentu pantas dihargai dan disambut baik oleh pemerintah daerah. Dalam konsep ‘Reinventing Government’, pemerintah berperan sebagai pengemudi / stearing dan masyarakat mendayung/ rowing. Kini masyarakat sedang bersemangat mendayung kapal pariwisata.
Pertanyaannya, apakah Pemerintah sudah berfungsi optimal sebagai pengemudi yang mengatur, mengarahkan, memfasilitasi spirit enterpreneur masyarakat itu? Lebih mendasar lagi apakah Pemda dan DPRD sudah menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan yang mendapat perhatian lebih dibanding sector-sektor lainnya ?
Pertanyaan akan lebih panjang lagi bila fokus ke depan pembangunan Sumatera Barat memang ditempatkan pada sektor Pariwisata. Jika benar, tentu perlu dipahami kondisi terkininya, apa kekuatan/ strength, kelemahan / weakness, peluang/opportunity dan challenge atau tantangan.
Saya belum tahu tentang hal itu. Mudah-mudahan sudah disikapi Pemda dan DPRD.
Lalu bagaimana dalam hal menempatkan anggaran untuk terus memperbaikinya , memfasilitasinya dan menggairahkannya ? Apa kemudahan yang di berikan kepada investor? Misalnya ada tax holiday, atau mempercepat dan mempermudah perizinan, memperbaiki pelayanan, akses pemasangan listrik, air bersih dan sebagainya.
Sejauh mana dukungan instansi vertikal dalam hal ini ? Saya kira diperlukan komitmen bersama dengan menentukan target capaian, evaluasi progres secara berkala dan disiplin untuk mengetahui capaian dan kendalanya.
‘Feeling’ saya sebagai mantan pamong yang sekitar 40 tahun berada di dunua pemerintahan/ birokrasi, bahwa sektor ini sungguh menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat, karena sektor ini memiliki rembesan yang luas kepada sektor lainnya ‘impact’ yang baik untuk kesejehteraan/ walfare masyarakat. Walaupun bukan tanpa masalah. Tapi dapat di minimalisir.
Salah satu persoalannya adalah kekhawatiran terhadap masalah sosial, perubahan perilaku masyarakat akibat terjadinya sikap meniru, terutama hal-hal yang tak sesuai kultur Minangkabau.
Tapi, itu dapat diantisipasi dengan bermacam strategi. Lihatlah Bali di dalam negeri. Sampai sekarang mereka tetap mampu menjaga dan mempertahankan budayanya meskipun pariwisata mereka sudah berkembang puluhan tahun.
Di luar negeri, ada negara Butan, di kaki Himalaya. Yang ternyata perkembangan pariwisata mereka, tak mampu mengusik keutuhan tradisi dan budayanya, bahkan keunikan budaya itu pula yang kemudian makin menjadi daya tarik para pelancong.
Saya membaca sebuah berita, bahwa Sumatera Barat menargetkan 8,2 juta turis datang per tahun. Saya kira masuk akal. Pertanyaannya, apa langkah untuk capaian itu ? Atau kongkritnya, apa saja yang akan dilakukan hingga target tercapai ?
Sudahkah di rancang iven-iven tahunan yang permanen dan benar-benar terlaksana ? Apakah sudah diinventarisasi semua kekurangan yang masih ada ? Ini pekerjaan besar dan harus digarap secara ‘sustainable’, dan matang step demi step mulai dari infrastruktur sampai kepada hal-hal yang lebih detil.
Bagaimana dukungan para seniman, budayawan untuk menggairahkan dan mengisi sektor ini agar dia hidup dan semarak.
Saya tak dapat.menyebutnya satu persatu, karena demikian luasnya cakupan dalam memajukan sektor ini bila ingin gairah ekonomi Sumatera Barat jangka panjang diletakkan pada sektor pariwisata.
Pengalaman menunjukkan, bahwa kesalahan dalam mendisain, atau sebaliknya membiarkan sektor ini berjalan sendiri (auto pilot), bisa dipastikan akan terjadi kesemrawutan yang kelak sulit diperbaiki.
Pada bagian ini, ungkapan 'salah cancang jadi ukie’ tidaklah pada tempatnya, karena ini menyangkut rasa, seni dan keindahan. Pariwisata yang terlanjur rusak akan ditinggalkan para penggemar traveling. Orang akan berkata, banyak objek di daerah lain yang lebih menarik, karena ini menyangkut pilihan selera.
Selamat menanti tamu di Ranah Minang
Padang, 24 Juni 2023
DR. Gamawan Fauzi
Tag :#minangsatu #gamawanfauzi #wisata #wisatasumbar
Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News
Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT
-
ANGGOTA DEWAN JANGAN SEKADAR JADI TUKANG SALUR PROYEK
-
SEMUA ADA AKHIRNYA
-
PERKEMBANGAN TERKINI PENGGUNAAN BIG DATA DI SISTEM E-GOVERNMENT
-
MERASA PALING HEBAT, JANGAN MAIN LABRAK SAJA
-
KALA NOFI CANDRA MENEBUS JANJI KE TANAH SUCI
-
PEMANFAATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK E-GOVERNMENT