HOME SOSIAL BUDAYA NASIONAL

  • Sabtu, 13 Juli 2019

Eka Meigalia, Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Unand: Diksi "Ikan Asin" Itu Sangat Melecehkan Perempuan

Eka Meigalia, dosen Sastra Minangkabau, FIB Unand
Eka Meigalia, dosen Sastra Minangkabau, FIB Unand

Padang (Minangsatu) - Pemilihan diksi "ikan asin" untuk menggambarkan organ kewanitaan, atau menjustifikasi sesuatu itu adalah busuk, memang sangat keterlaluan dan melecehkan perempuan secara seksual dan verbal.

"Kalau dari sudut pandang perempuan, mungkin hampir sama dengan di luar Minangkabau, harkat dan martabat perempuan sudah dijatuhkan," tutur Eka Meigalia, pengajar Sastra Minangkabau di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas yang dimintai pendapatnya berkenaan dengan pilihan diksi (kata) "ikan asin" dalam video yang dilontarkan pemain sinetron Galih Ginanjar dalam video di akun YouTube Rey Utami beberapa waktu lalu. 

Di Minangkabau, tukuk Eka Meigalia, jangankan mencerca dengan diksi "ikan asin" atau ungkapan sejenis, seorang laki-laki sangat mengharamkan untuk bertengkar dengan perempuan. Apalagi di tempat ramai, atau ruang publik. 

"Figur perempuan di Minangkabau akan menentukan kehidupan moral dan martabat keluarga dan kaumnya. Karena itu, jika seorang perempuan dihina, sama dengan menghina orang sekaum," tukuk Eka Meigalia sambil menegaskan bahwa diksi "ikan asin" itu, atau di Minangkabau mirip dengan diksi "balacan" atau "tarasi" adalah kata untuk menggambarkan sesuatu yang busuk!

Selain itu, pokok perkara hingga muncul diksi "ikan asin" itu adalah konflik rumah tangga. Bagi Ekai Meigalia, ini sama saja membuka aib rumah tangga ke orang banyak. "Di Minangkabau ada istilah biliek ketek, biliek gadang. Artinya, ada sesuatu yang hanya boleh diungkap oleh suami istri berdua saja  itulah biliek ketek. Itu soal rahasia,  yang hanya patut diketahui oleh suami istri itu saja, meskipun sudah mantan. Ndak boleh dibicarakan di muka umum. Kini masalah dalam biliknya, dia bawa ke muka orang ramai. Itu yang ndak patut di adat Minangkabau!" 

Oleh sebab itu, imbuh Eka Meigalia, supaya kejadian yang sama perihal diksi "ikan asin" itu tidak terjadi, di Minangkabau diajarkan raso jo pareso. "Ada ungkapan, bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah," pungkasnya, sambil menjelaskan bahwa diksi "ikan asin" itu tak akan muncul bila orang bajalan paliharo kaki (berjalan pelihara kaki), bakato paliharo lidah (berkata pelihara lidah)!

Sebagaimana sudah viral, istilah “ikan asin” ini berawal dari sebuah video yang diunggah oleh Rey Utami. Dalam video tersebut, artis Galih Ginanjar menjadi bintang tamu. Galih diduga melontarkan kata-kata tak pantas yang ditujukan untuk mantan istrinya, Fairuz A Rafiq. 

Lalu, pernyataan Galih dengan diksi "ikan asin" ini pun mengundang polemik, kemudian viral, hingga sampai ke jalur hukum.


Wartawan : te
Editor : T E

Tag :Ikan Asin #Pelecehan Perempuan #Budaya Minangkabau #Galih

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com